Ibnu Sina mempunyai nama lengkap Abu
Ali Husein bin Abdullah bin Sina, lahir pada tahun 370 Hijriyah atau 980
Masehi di negeri Ifsyina, suatu negri kecil dekat Charmitan. Pada usia
10 tahun ia sudah hafal Al-Qur'an dan telah mengetahui sebagian besar
ilmu-ilmu Islam dan ilmu Nahwu. Gurunya bernama Abdullah Natalia merasa
kehabisan ilmu untuk memberikan pelajaran kepada Ibnu Sina. Ibnu Sina
sendiri merasa tidak puas, kemudian belajar sendiri memperdalam
ilmu-ilmu keduniawian seperti ilmu alam, fisika, mantik ( logika ) dan
metafisika. Kemudian Ibnu Sina belajar ilmu ketabiban dari seorang guru
Kristen bernama Isa Bin Yahya.
Karangannya yang terpenting
berjudul Kitabusyi Syifa yang sekarang masih tersimpan di Oxford
University. Ibnu Sina sering mengalami atau menghadapi masalah yang
sulit untuk dipecahkan dan sangat susah untuk dipikirkan. Untuk
mengatasi kesulitan-kesulitan demikian ia kemudian berwudlu dan pergi ke
Masjid untuk bersembahyang dan berdoa. Setelah itu ia melanjutkan
memikirkan masalah sulit yang sedang dihadapinya, karena ia insyaf akan
kelemahan dan keterbatasannya sendiri sebagai manusia serta memerlukan
petunjuk dan hidayah Tuhan.
Atas jasa Ibnu Sina dan Ibnu
Rusyd, maka orang Eropa dapat mengenali filsafat Aristoteles, karena
filsuf Islam itulah yang berusaha membangkitkan kembali filsafat
Aristoteles itu dengan disertai penjelasan-penjelasan yang lebih luas.
Ibnu Sina mementingkan logika
sebagai sumber pengantar untuk menyelidiki filsafat serta memandang
perlu memperdalam Metafisika berdasarkan penyelidikan alam kodrat. Dalam
pikiran manusia, keseluruhan itu ada setelah barang sesuatu itu ada
karena merupakan abstraksi dari barang sesuatu yang khusus. Dengan
demikian manusia baru dapat memikirkan sesuatu, setelah ada sesuatu itu,
kecuali dalam pikiran Tuhan. Sesuai dengan Aristoteles, Ibnu Sina
berpendapat bahwa sesuatu yang ada pertama kali dan abadi adalah
kecerdasan (Intelegensia) yang langsung ditimbulkan oleh Tuhan.
Kecerdasan ini harus ada dan tidak tergantung dari sebab yang lain.
Adanya sesuatu yang lain itu, justru tergantung dari intelegensi yang
ditentukan dan merupakan potensi didalam diri Tuhan.
Menurut Ibnu Sina materi itu
bersifat abadi dan tidak diciptakan. Penciptaan berarti perwujudan
potensi didalam materi, Tuhan memberi bentuk kepada materi. Tuhan
memasukan bentuk sebagai potensi kedalam materi dan kemudian
mewujudkannya potensi tersebut dengan menggunakan akalnya yang aktif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar