Cari Blog Ini

Jumat, 27 Juli 2012

ibnu sina

Ibnu Sina mempunyai nama lengkap Abu Ali Husein bin Abdullah bin Sina, lahir pada tahun 370 Hijriyah atau 980 Masehi di negeri Ifsyina, suatu negri kecil dekat Charmitan. Pada usia 10 tahun ia sudah hafal Al-Qur'an dan telah mengetahui sebagian besar ilmu-ilmu Islam dan ilmu Nahwu. Gurunya bernama Abdullah Natalia merasa kehabisan ilmu untuk memberikan pelajaran kepada Ibnu Sina. Ibnu Sina sendiri merasa tidak puas, kemudian belajar sendiri memperdalam ilmu-ilmu keduniawian seperti ilmu alam, fisika, mantik ( logika ) dan metafisika. Kemudian Ibnu Sina belajar ilmu ketabiban dari seorang guru Kristen bernama Isa Bin Yahya.

Karangannya yang terpenting berjudul Kitabusyi Syifa yang sekarang masih tersimpan di Oxford University. Ibnu Sina sering mengalami atau menghadapi masalah yang sulit untuk dipecahkan dan sangat susah untuk dipikirkan. Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan demikian ia kemudian berwudlu dan pergi ke Masjid untuk bersembahyang dan berdoa. Setelah itu ia melanjutkan memikirkan masalah sulit yang sedang dihadapinya, karena ia insyaf akan kelemahan dan keterbatasannya sendiri sebagai manusia serta memerlukan petunjuk dan hidayah Tuhan.

Atas jasa Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd, maka orang Eropa dapat mengenali filsafat Aristoteles, karena filsuf Islam itulah yang berusaha membangkitkan kembali filsafat Aristoteles itu dengan disertai penjelasan-penjelasan yang lebih luas.

Ibnu Sina mementingkan logika sebagai sumber pengantar untuk menyelidiki filsafat serta memandang perlu memperdalam Metafisika berdasarkan penyelidikan alam kodrat. Dalam pikiran manusia, keseluruhan itu ada setelah barang sesuatu itu ada karena merupakan abstraksi dari barang sesuatu yang khusus. Dengan demikian manusia baru dapat memikirkan sesuatu, setelah ada sesuatu itu, kecuali dalam pikiran Tuhan. Sesuai dengan Aristoteles, Ibnu Sina berpendapat bahwa sesuatu yang ada pertama kali dan abadi adalah kecerdasan (Intelegensia) yang langsung ditimbulkan oleh Tuhan. Kecerdasan ini harus ada dan tidak tergantung dari sebab yang lain. Adanya sesuatu yang lain itu, justru tergantung dari intelegensi yang ditentukan dan merupakan potensi didalam diri Tuhan.

Menurut Ibnu Sina materi itu bersifat abadi dan tidak diciptakan. Penciptaan berarti perwujudan potensi didalam materi, Tuhan memberi bentuk kepada materi. Tuhan memasukan bentuk sebagai potensi kedalam materi dan kemudian mewujudkannya potensi tersebut dengan menggunakan akalnya yang aktif.
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar