Filsafat secara
harfiah berasal kata Philo berarti cinta, Sophos berarti ilmu atau hikmah, jadi
filsafat secara istilah berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Pengertian
dari teori lain menyatakan kata Arab falsafah dari bahasa Yunani, philosophia:
philos berarti cinta (loving), Sophia berarti pengetahuan atau hikmah (wisdom),
jadi Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta pada kebenaran.
Pelaku filsafat berarti filosof, berarti: a lover of wisdom. Orang berfilsafat
dapat dikatakan sebagai pelaku aktifitas yang menempatkan pengetahuan atau
kebijaksanaan sebagai sasaran utamanya. Ariestoteles (filosof Yunani kuno)
mengatakan filsafat memperhatikan seluruh pengetahuan, kadang-kadang disamakan
dengan pengetahuan tentang wujud (ontologi). Adapun pengertian filsafat
mengalami perkembangan sesuai era yang berkembang pula. Pada abad modern
(Herbert) filsafat berarti suatu pekerjaan yang timbul dari pemikiran. Terbagi
atas 3 bagian: logika, metafisika dan estetika (termasuk di dalamnya etika).
Filsafat menempatkan
pengetahuan sebagai sasaran, maka dengan demikian pengetahuan tidak terlepas
dari pendidikan. Jadi, filsafat sangat berpengaruh dalam aktifitas pendidikan
seperti manajemen pendidikan, perencanaan pendidikan, evaluasi pendidikan, dan
lain-lain. Karena ada pengaruh tersebut, maka dalam makalah ini mencoba untuk
membahas tentang keterkaitan paradigma aliran-aliran filsafat tersebut dengan
kajian pendidikan khususnya manajemen pendidikan.
KORELASI TEORI
FILSAFAT DENGAN MANAJEMEN PENDIDIKAN
(Positivisme,
Interpretivisme, Teori Kritis, Postmodernisme dan Prophetivisme)
Aliran Positivisme
dan Sejarahnya
Aguste Comte
dilahirkan pada tahun 1798 di kota Monpellir Perancis Selatan, ayah dan ibunya
menjadi pegawai kerajaan dan merupakan penganut Agama Katolik yang cukup tekun.
Ia menikah dengan seorang pelacur bernama Caroline Massin yang kemudian dia
menyesali perkawinan itu. Dia pernah mengatakan bahwa perkawinan itu adalah
satu-satunya kesalahan terbesar dalam hidupnya. Dari kecil pemikiran-pemikiran
Comte sudah mulai kelihatan, kemudian setelah ia menyelesaikan sekolahnya
jurusan politeknik di Paris 1814-1816, dia diangkat menjadi sekretaris oleh
Saint Simon yaitu seorang pemikir yang dalam merespon dampak negatif
reinaisance menolak untuk kembali pada abad pertengahan akan tetapi harus
direspon dengan menggunakan basis intelektual baru, yaitu dengan brfikir
empirik dalam mengkaji persoalan-persoalan realitas sosial.
Dalam membangun teori
sosiologi Comte lebih memilih unit analisa makro (obyektif) dan bukan individu,
dalam hal ini entits yang lebih besar seperti keluarga, struktur sosial dan
perubahan sosial. Ia menganjurkan untuk keluar dari pemikiran abstrak dan
melakukan riset dengan melakukan eksperimentasi dan analisis perbandingan
sejarah. Comte pada intinya berargumentasi bahwa gagasan terdahulu yang
mendasari pengembangan struktur masyarakat maupun negara, atas dasar pemikiran
spekulatif, sudah tidak releven dengan adanya teori positivistik. Dalam logika
Comte sejarah manusia adalah perkembangan bertahap dari cara berfikir manusia
itu sendiri. Dengan berargumen bahwa dengan pemikiran empirik rasional dan
positiv maka manusia akan mampu menelaskan realitas kehidupan tidak secara
spekulatif melainkan secara konkrit, pasti bahkan mutlak kebenaranya.
INTERPRETIVISME
Paradigma
Interpretivisme diturunkan dari Germanic Philosophical Interests yang
menekankan pada peranan bahasa, interpretasi, dan pemahaman. Paradigma ini
menggunakan cara pandang para nominalis dari paham nominalism yang melihat teori
dan praktik akuntansi sebagai sesuatu yang tidak lain adalah label, nama, atau
konsep yang digunakan untuk membangun realitas.
Pokok pikiran
filsafat beraliran interpretivisme diantaranya adalah sebagai berikut:
• Tidak ada tindakan irasional, semua rasional
bagi pelaku.
• Orang bertindak tidak lepas dari makna yang
mereka miliki .
• Pemaknaan/penilaian setiap orang berbeda
karena memiliki dunia makna yang berbeda.
• Dunia makna setiap orang ditentukan oleh
pengalaman.
• Sesuatu yang terjadi adalah prosuk
pengalaman.
• Satu-satunya makhluk yang bebas menciptakan
adalah manusia.
• Manusia selalu dalam proses menjadi
“sesuatu”.
TEORI KRITIS
Teori kritis adalah
anak cabang pemikiran marxis dan sekaligus cabang marxisme yang paling jauh meninggalkan
Karl Marx (Frankfurter Schule). Cara dan ciri pemikiran aliran Frankfurt
disebut ciri teori kritik masyarakat “eine Kritische Theorie der Gesselschaft”.
Teori ini mau mencoba memperbaharui dan merekonstruksi teori yang membebaskan
manusia dari manipulasi teknokrasi modern. Ciri khas dari teori kritik
masyarakat adalah bahwa teori tersebut bertitik tolak dari inspirasi pemikiran
sosial Karl Marx, tapi juga sekaligus melampaui bangunan ideologis marxisme
bahkan meninggalkan beberapa tema pokok Marx dan menghadapi masalah masyarakat
industri maju secara baru dan kreatif.
Teori Kritis menjadi
disputasi publik di kalangan filsafat sosial dan sosiologi pada tahun 1961.
Konfrontasi intelektual yang cukup terkenal adalah perdebatan epistemologi
sosial antara Adorno (kubu Sekolah Frankfurt - paradigma kritis) dengan Karl
Popper (kubu Sekolah Wina - paradigma neo positivisme/neo kantian). Konfrontasi
berlanjut antara Hans Albert (kubu Popper) dengan Jürgen Habermas (kubu
Adorno). Pembebasan manusia dari segala belenggu penghisapan dan penindasan
berangkat dari konsep kritik. Konsep kritik sendiri yang diambil oleh Teori
Kritis berangkat dari 4 (empat sumber) kritik yang dikonseptualisasikan oleh
Immanuel Kant, Hegel, Karl Marx dan Sigmund Freud. Kritik dalam pengertian
pemikiran Kantian adalah kritik sebagai kegiatan menguji kesahihan klaim
pengetahuan tanpa prasangka. Kritik dalam pengertian Hegel didefinisikan
sebagai refleksi diri atas tekanan dan kontradiksi yang menghambat proses
pembentukan diri-rasio dalam sejarah manusia. Kritik dalam pengertian Marxian
berarti usaha untuk mengemansipasi diri dari alienasi atau keterasingan yang
dihasilkan oeh hubungan kekuasaan dalam masyarakat. Kritik dalam pengertian
Freudian adalah refleksi atas konflik psikis yang menghasilkan represi dan
memanipulasi kesadaran. Adopsi Teori Kritis atas pemikiran Freudian yang sangat
psikologistik dianggap sebagai pengkhianatan terhadap ortodoksi marxisme
klasik.
Berbeda dengan
pendahulunya, Habermas optimis bahwa usaha manusia untuk menjadi rasional akan
membuahkan hasil yang positif. Baginya manusia dapat melakukan emansipasi dan
lepas dari irasionalitas. Ia membuat terobosan bagi kemacetan Teori Kritis
dengan menunjukkan jalan yang tak terlihat oleh para pendahulunya.
POSTMODERNISME
Awal abad 20.
Merupakan suatu aliran alternatif yang menawarkan style karya dan pemaknaan
yang keluar dari pakem konservatif dan sebagai bentuk pemikiran yang
kontradiktif terhadap peradapan hasil bentukan zaman pencerahan. Postmodernisme
ini menekankan untuk kembali pada nilai- nilai lama.
Gagasan Utama:
* Skeptisisme terhadap gagasan yang di bawa
oleh peradaban modern;
* Keyakinan bahwa segala bentuk komunikasi
adalah hasil bentukan dari bias-bias cultural;
* Pemaknaan dan pengalaman diciptakan oleh
individu;
* Dominasi media massa;
* Globalisasi sebagai bentuk masyarakat
yang memiliki pluralitas budaya dan nilai yang saling terhubung.
Tokoh-tokohnya:
* Michel Foucault berangkat dari strukturalisme
namun pada saat yang sama dia juga menolak (melawan) strukturalisme, dan
menyadari bahwa sebuah pengetahuan didefenisikan dan dirubah oleh
operasionalisasi sebuah kekuasaan (power) ;
* Jean-François Lyotard menekankan pada
peran dari naratif dalam kebudayaan manusia, yang dapat membuat suatu perubahan
saat memasuki situasi posmodern, dan dia meyakini bahwa suatu kebenaran
merupakan hasil kesepakatan, sehingga tidak ada hal yang benar-benar mendasari
suatu kebenaran (anti-foundationalist) dan terkenal dengan language games-nya.
* Jacques Derrida (1930) terkenal dengan
dekonstruksinya. Pada awalnya adalah penemu dan penganut awal dekonstruksi.
Dekonstruksi merupakan analisis tekstual yang dapat diterapkan dalam berbagai
tulisan, dimana dia menganggap filosofi tidak lebih dari sebuah literatur yang
kreatif. Menurutnya filosofi adalah bagian yang paling penting dari sebuah
tulisan, tergantung pada sebuah operasionalisasi ekspresi imajinatif
PROPHETIVISME
Paradigma
prophetivisme adalah aliran filsafat baru, namun terimplementasikan pada
kehidupan masyarakat sudah lebih ratusan tahun, hanya saja mendapatkan tempat
sebagai sebuah aliran filsafat pada masa kini.
Prophet artinya utusan/nabi/rasul, pada umumnya dikenal dengan filsafat
kenabian. Sebagai landasan dalam berparadigma prophetivisme ini adalah wahyu
yang dibawa Nabi atau prophet, dalam Islam secara otomatis berlandaskan
al-Qur’an dan tujuannya adalah pencapaian kesempurnaan dengan tuntunan Allah
SWT melalui nabi/prophet. Dengan pema’naan demikian, dapat difahami bahwa
segenap perilaku kehidupan manusia berlandaskan aturan-aturan yang ada dalam
al-Qur’an.
Dalam aliran ini,
Allah SWT sumber kebenaran dan kebenaran yang ada pada manusia adalah bersifat
relative sebagaimana pemaknaan kata AKU (Allah) kebenaran yang sempurna dan aku
(Manusia) kebenaran yang relative.
KESIMPULAN
Keterkaitan aliran-aliran filsafat dalam
pengaruhnya terhadap perkembangan manajemen pendidikan sangat urgen sekali,
bahkan setiap implementasi manajemen pendidikan dan khususnya pendidikan Islam
tidak terlepas dari pola pikir aliran-aliran filsafat tersebut. Keterkaitan tersebut dilandasi dengan tujuan
yang sama, yaitu melakukan perubahan lingkungan manusia menjadi lebih efektif
dalam mencapai kesempurnaan melalui sebuah paradigma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar