Cari Blog Ini

Senin, 25 November 2013

cc berg

tteori Masuknya Kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia

Masuknya kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia melalui proses yang panjang. Berbagai pendapat para ahli meskipun masih berupa dugaan sementara, cukup berguna untuk memberikan pemahaman tentang bagaimana proses masuk dan berkembangnya kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia.
Teori tentang masuknya kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada dasarnya dapat dibagi dalam dua pandangan. Pendapat pertama menekankan pada peran aktif dari orang-orang India dalam menyebarkan Hindu-Budha (teori Waisya, teori Ksatria, dan teori Brahmana. Pendapat kedua mengemukakan peran aktif orang-orang Indonesia dalam menyebarkan agama Hindu-Budha di Indonesia (teori Arus Balik).
1.  Teori Waisya
Teori Waisya dikemukakan oleh NJ. Krom yang menyatakan bahwa golongan Waisya (pedagang) merupakan golongan terbesar yang berperan dalam menyebarkan agama dan kebudyaan Hindu-Budha. Para pedagang yang sudah terlebih dahulu mengenal Hindu-Budha datang ke Indonesia selain untuk berdagang mereka juga memperkenalkan Hindu-Budha kepada masyarakat Indonesia. Karena pelayaran dan perdagangan waktu itu bergantung pada angin musim, maka dalam waktu tertentu mereka menetap di Indonesia jika angin musim tidak memungkinkan untuk kembali. Selama para pedagang India tersebut tinggal menetap, memungkinkan terjadinya perkawinan dengan perempuan-perempuan pribumi. Dari sinilah pengaruh kebudayaan India menyebar dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
2.  Teori Ksatria
Teori Ksatria berpendapat bahwa penyebaran kebudayaan Hindu-Budha yang dilakukan oleh golongan ksatria. Pendukung teori Ksatria, yaitu:
  1. C.C. Berg menjelaskan bahwa golongan ksatria turut menyebarkan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Para ksatria India ini ada yang terlibat konflik dalam masalah perebutan kekuasaan di Indonesia. Bantuan yang diberikan oleh para ksatria ini sedikit banyak membantu kemenangan bagi salah satu kelompok atau suku di Indonesia yang bertikai. Sebagai hadiah atas kemenangan itu, ada di antara mereka yang dinikahkan dengan salah satu putri dari kepala suku atau kelompok yang dibantunya. Dari perkawinannya itu, para ksatria dengan mudah menyebarkan tradisi Hindu-Budha kepada keluarga yang dinikahinya tadi. Selanjutnya berkembanglah tradisi Hindu-Budha dalam kerajaan di Indonesia.
  2. Mookerji mengatakan bahwa golongan ksatria dari Indialah yang membawa pengaruh kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia. Para Ksatria ini selanjutnya membangun koloni-koloni yang berkembang menjadi sebuah kerajaan.
  3. J.L. Moens menjelaskan bahwa proses terbentuknya kerajaan-kerajaan di Indonesia pada awal abad ke-5 ada kaitannya dengan situasi yang terjadi di India pada abad yang sama. Sekitar abad ke-5, ada di antara para keluarga kerajaan di India Selatan melarikan diri ke Indonesia sewaktu kerajaannya mengalami kehancuran. Mereka itu nantinya mendirikan kerajaan di Indonesia.
3.  Teori Brahmana
sumber gambar: http://dedicatedkaurs.blogspot.com/
Teori ini dikemukakan oleh Jc.Van Leur yang menyatakan bahwa agama dan kebudayaan Hindu-Budha yang datang ke Indonesia dibawa oleh golongan Brahmana (golongan agama) yang sengaja diundang oleh penguasa Indonesia. Pendapatnya didasarkan pada pengamatan terhadap sisa-sisa peninggalan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha di Indonesia, terutama pada prasasti-prasasti yang menggunakan Bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa. Di India bahasa itu hanya digunakan dalam kitab suci dan upacara keagamaan dan hanya golongan Brahmana yang mengerti dan menguasai penggunaan bahasa tersebut.
Teori ini mempertegas bahwa hanya kasta Brahmana yang memahami ajaran Hindu secara utuh dan benar. Para Brahmanalah yang mempunyai hak dan mampu membaca kitab Weda (kitab suci agama Hindu) sehingga penyebaran agama Hindu ke Indonesia hanya dapat dilakukan oleh golongan Brahmana.
4.  Teori Arus Balik
Teori ini dikemukakan oleh F.D.K Bosch yang menjelaskan peran aktif orang-orang Indonesia dalam penyebaran kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Menurut Bosch, yang pertama kali datang ke Indonesia adalah orang-orang India yang memiliki semangat untuk menyebarkan Hindu-Budha. Karena pengaruhnya itu, ada di antara tokoh masyarakat yang tertarik untuk mengikuti ajarannya. Pada perkembangan selanjutnya, banyak orang Indonesia sendiri yang pergi ke India untuk berziarah dan belajar agama Hindu-Budha di India. Sekembalinya di Indonesia, merekalah yang mengajarkannya pada masyarakat Indonesia yang lain.

Jumat, 04 Oktober 2013

presiden lain

anyak orang yang beranggapan jika hingga saat ini Indonesia baru dipimpin oleh enam presiden, yaitu Soekarno, Soeharto, B.J. Habibie, K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan kini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun menurut catatan sejarah, hingga saat ini sebenarnya Indonesia telah dipimpin oleh delapan presiden.

Sjafruddin Prawiranegara dan Mr. Assaat. Keduanya adalah dua tokoh yang juga pernah menjadat sebagai presiden Indonesia. Sjafruddin Prawiranegara adalah Pemimpin Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) ketika Presiden Soekarno dan Moh. Hatta ditangkap Belanda pada awal agresi militer kedua, sedangkan Mr. Assaat adalah Presiden RI saat republik ini menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat (1949). 

Pada tanggal 19 Desember 1948, saat Belanda melakukan agresi militer II dengan menyerang dan menguasai ibu kota RI saat itu di Yogyakarta, mereka berhasil menangkap dan menahan Presiden Soekarno, Moh. Hatta, serta para pemimpin Indonesia lainnya dan diasingkan ke Pulau Bangka. Untuk mengisi kekosongan kekuasaan, Sjafrudin Prawiranegara  mengusulkan dibentuknya pemerintahan darurat untuk meneruskan pemerintah RI. Dan Sjafruddin duduk sebagai ketua/presiden merangkap Menteri Pertahanan, Penerangan, dan Luar Negeri, ad. interim. 

Kabinatenya dibantu Mr. T.M. Hasan, Mr. S.M. Rasjid, Mr. Lukman Hakim, Ir. Mananti Sitompul, Ir. Indracahya, dan Marjono Danubroto. Adapun Jenderal Sudirman tetap sebagai Panglima Besar Angkatan Perang. Sjafruddin menyerahkan kembali mandatnya kepada Presiden Soekarno pada tanggal 13 Juli 1949 di Yogyakarta. 

Dengan demikian, berakhirlah riwayat PDRI yang selama kurang lebih delapan bulan melanjutkan eksistensi Republik Indonesia. Mr. Assaat dalam perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) yang ditandatangani di Belanda, 27 Desember 1949 diputuskan bahwa Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat (RIS). RIS terdiri dari 16 negara bagian, salah satunya adalah Republik Indonesia. Negara bagian lainnya seperti Negara Pasundan, Negara Indonesia Timur, dan lain-lain.Karena Soekarno dan Moh. Hatta telah ditetapkan menjadi Presiden dan Perdana Menteri RIS, maka berarti terjadi kekosongan pimpinan pada Republik Indonesia. Assaat adalah Pemangku Sementara Jabatan Presiden RI. 

Peran Assaat sangat penting, karena jika pada saat itu RI tidak ada maka akan terjadi kekosongan dalam sejarah Indonesia bahwa RI pernah menghilang dan kemudian muncul lagi. Namun, dengan mengakui keberadaan RI dalam RIS yang hanya beberapa bulan, tampak bahwa sejarah Republik Indonesia sejak tahun 1945 tidak pernah terputus sampai kini. Kita ketahui bahwa kemudian RIS melebur menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia tanggal 15 Agustus 1950. Itu berarti, Assaat pernah memangku jabatan Presiden RI sekitar sembilan bulan.
anyak orang yang beranggapan jika hingga saat ini Indonesia baru dipimpin oleh enam presiden, yaitu Soekarno, Soeharto, B.J. Habibie, K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan kini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun menurut catatan sejarah, hingga saat ini sebenarnya Indonesia telah dipimpin oleh delapan presiden.

Sjafruddin Prawiranegara dan Mr. Assaat. Keduanya adalah dua tokoh yang juga pernah menjadat sebagai presiden Indonesia. Sjafruddin Prawiranegara adalah Pemimpin Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) ketika Presiden Soekarno dan Moh. Hatta ditangkap Belanda pada awal agresi militer kedua, sedangkan Mr. Assaat adalah Presiden RI saat republik ini menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat (1949). 

Pada tanggal 19 Desember 1948, saat Belanda melakukan agresi militer II dengan menyerang dan menguasai ibu kota RI saat itu di Yogyakarta, mereka berhasil menangkap dan menahan Presiden Soekarno, Moh. Hatta, serta para pemimpin Indonesia lainnya dan diasingkan ke Pulau Bangka. Untuk mengisi kekosongan kekuasaan, Sjafrudin Prawiranegara  mengusulkan dibentuknya pemerintahan darurat untuk meneruskan pemerintah RI. Dan Sjafruddin duduk sebagai ketua/presiden merangkap Menteri Pertahanan, Penerangan, dan Luar Negeri, ad. interim. 

Kabinatenya dibantu Mr. T.M. Hasan, Mr. S.M. Rasjid, Mr. Lukman Hakim, Ir. Mananti Sitompul, Ir. Indracahya, dan Marjono Danubroto. Adapun Jenderal Sudirman tetap sebagai Panglima Besar Angkatan Perang. Sjafruddin menyerahkan kembali mandatnya kepada Presiden Soekarno pada tanggal 13 Juli 1949 di Yogyakarta. 

Dengan demikian, berakhirlah riwayat PDRI yang selama kurang lebih delapan bulan melanjutkan eksistensi Republik Indonesia. Mr. Assaat dalam perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) yang ditandatangani di Belanda, 27 Desember 1949 diputuskan bahwa Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat (RIS). RIS terdiri dari 16 negara bagian, salah satunya adalah Republik Indonesia. Negara bagian lainnya seperti Negara Pasundan, Negara Indonesia Timur, dan lain-lain.Karena Soekarno dan Moh. Hatta telah ditetapkan menjadi Presiden dan Perdana Menteri RIS, maka berarti terjadi kekosongan pimpinan pada Republik Indonesia. Assaat adalah Pemangku Sementara Jabatan Presiden RI. 

Peran Assaat sangat penting, karena jika pada saat itu RI tidak ada maka akan terjadi kekosongan dalam sejarah Indonesia bahwa RI pernah menghilang dan kemudian muncul lagi. Namun, dengan mengakui keberadaan RI dalam RIS yang hanya beberapa bulan, tampak bahwa sejarah Republik Indonesia sejak tahun 1945 tidak pernah terputus sampai kini. Kita ketahui bahwa kemudian RIS melebur menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia tanggal 15 Agustus 1950. Itu berarti, Assaat pernah memangku jabatan Presiden RI sekitar sembilan bulan.

hero dan enemy

masih ingatkah terhadap peristiwa2 sejarah yang melintasi waktu dan peradaban manusia

banyak sekali ungkapan ungkapan yang muncul

''seperti sejarah ditentukan oleh pemenang''

''knowledge is power''

''penguasa adalah hero dan yang kalah adalah enemy''


banyak kisah dan peristiwa yang seperti itu yang muncul dalam sejarah

silahkan saja cermati peristiwa2 nya

seperti peristiwa rera

gerakan proklamasi

separatis bisa juga demikian


Sabtu, 14 September 2013

vespa

SEJARAH VESPA KONGO


VESPA MASUK KE INDONESIA
Vespa masuk ke Indonesia pada tahun 1960 melalui ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merk) PT Danmotors Vespa Indonesia/DVI di Pulo Gadung Jakarta yang sekarang sudah tidak aktif lagi (sekarang dipegang oleh PT Sentra Kreasi Niaga/SKN sebagai dealer utama saja. Note: Bukan importir atau distributor eksklusif).

VESPA KONGO
Vespa Kongo adalah vespa penghargaan dari pemerintah Indonesia kepada kontingen Pasukan Penjaga Perdamaian Indonesia yang bertugas di Kongo saat itu. Pasukan bernama Kontingen Garuda (disingkat KONGA atau Pasukan Garuda) yang turut diperhitungkan di dunia dibandingkan pasukan perdamaian negara lain itu adalah pasukan Tentara Nasional Indonesia yang ditugaskan sebagai pasukan perdamaian di negara lain. Indonesia mulai turut serta mengirim pasukannya sebagai bagian dari pasukan penjaga perdamaian PBB sejak 1957. Awalnya, saat Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, Mesir langsung mengadakan sidang menteri luar negeri negara-negara Liga Arab dan merupakan negara pertama yang mengakui kedaulatan Indonesia dengan datang langsung ke Ibu Kota RI waktu itu yaitu Yogyakarta. Untuk membalas budi Mesir dan Liga Arab, Presiden Sukarno membalas pembelaan negara-negara Arab di forum internasional dengan mengunjungi Mesir dan Arab Saudi pada 1956 dan Irak pada April 1960.

Pada 1956 itu, ketika Majelis Umum PBB memutuskan menarik mundur pasukan Inggris, Prancis dan Israel dari wilayah Mesir, Indonesia mendukung keputusan itu dan untuk pertama kalinya mengirim Pasukan Pemelihara Perdamaian PBB ke Mesir yang dinamakan dengan Kontingen Garuda I atau KONGA I.

KONGA II dikirim ke Kongo pada 1960 di bawah misi UNOC dengan jumlah pasukan 1.074 orang, bertugas di Kongo September 1960 hingga Mei 1961.

KONGA III dikirim ke Kongo pada 1962 di bawah misi UNOC dengan jumlah pasukan 3.457 orang, terdiri atas Batalyon 531/Raiders, satuan-satuan Kodam II/Bukit Barisan, Batalyon Kavaleri 7, dan unsur bantuan tempur, bertugas hingga akhir 1963. Menpangad Letjen TNI Ahmad Yani pernah berkunjung ke Markas Pasukan PBB di Kongo (ketika itu bernama Zaire) pada tanggal 19 Mei 1963.

Setelah menyelesaikan tugas perdamaian yang berat, Pasukan Garuda menerima tanda penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia berupa Vespa (sumber lain mengatakan ada juga penghargaan berbentuk uang dan beberapa peti jarum jahit). Di pasaran diketahui adanya vespa Kongo tahun 1963 untuk kontingen 2 dan 3. Kurang diketahui apakah kontingen 1 juga mendapatkannya, karena informasi semacam ini tidak mudah didapat. Yang menarik dan tidak diketahui banyak orang, pemberian vespa tersebut tidak terlepas dari tradisi dalam dunia kemiliteran dalam hal kepangkatan. Vespa berwarna hijau 150cc ditujukan bagi tentara yang lebih tinggi tingkat kepangkatannya, disusul vespa berwarna kuning dan biru 125cc untuk tingkat kepangkatan yang lebih rendah.

Selain itu guna membedakan vespa tersebut dari vespa lain yang satu tipe, disematkan tanda nomor prajurit yang bersangkutan pada sisi sebelah kiri handlebar (stang) yang berbentuk oval terbuat dari bahan kuningan serta sebuah piagam penghargaan yang menyertainya. Maka berseliweranlah vespa-vespa tersebut di jalan-jalan sehingga vespa dengan pantat bulat tersebut dikenal sebagian masyarakat sebagai vespa Kongo, sementara sebagian lain justru menyamaratakan dengan nama vespa ndog (telur) karena bagian samping kanan kirinya bulat mirip telur.

Vespa Congo tidak diproduksi di Italia melainkan di Jerman. Dengan berbahan baku plat baja yang lebih keras daripada Vespa bulat umumnya, vespa ini memiliki tingkat kelengkapan yang lebih daripada vespa buatan Italia yang umum beredar di Indonesia (VBB1T maupun VBB2T).

Jacob Oswald Hoffmann adalah orang Jerman yang berjasa memasukkan vespa ke Jerman. Kerjasama vespa dengan Hoffmann putus awal tahun 1955 karena Hoffmann mendesain model sport sendiri. Kemudian vespa bekerjasama dengan Messerschmitt Co. yang kemudian mengeluarkan produksi vespa pertamanya pada tahun 1955 itu juga. Mereka mengeluarkan dua model yaitu Vespa GS yang di Indonesia sering disebut sebagai GS versi Jerman dan 150 Touren. Mereka juga menyediakan purna jual dan service serta spare part bagi Vespa produksi Hoffmann. Kerjasama ini berlanjut hingga akhir tahun 1957. Vespa GmbH Augsburg kemudian berdiri pada tahun 1958 sebagai sebuah perusahaan patungan antara Piaggio dan Martial Fane Organisation, kongsi ini kemudian juga menyediakan beberapa bagian bagi Vespa Messerschmitt. Saat kerjasama dengan Augsburg inilah Vespa Congo diorder untuk Indonesia.

Kedua model yang dibuat saat berkongsi dengan Messerchmitt (150 Touren dan GS) kemudian dikembangkan dengan beberapa modifikasi. Selain itu Vespa GmbH Augsburg juga melahirkan Vespa 125 cc yang pertama kali diperkenalkan dalam tahun 1958. Produksi berlanjut hingga tahun 1963, yang merupakan saat puncak perubahan skuter dan diproduksinya yang sudah tidak terlalu banyak. Selanjutnya, Jerman memilih hanya mengimpor Vespa langsung dari Itali.

Ciri khas Vespa Congo :

1. Spakboard bulat tidak ada sambungannya seperti vespa umumnya.
2. Ring (pelek/teromol) 10 inchi.
3. Punya tonjolan seperti tombol/saklar di sambungan koplingnya (posisi setang sebelah kiri).
4. Spidometer kotak & agak besar (berbeda dengan spidometer VNA/VNB).
5. Ada lambang garuda di body depan sebelah kiri (sekarang jarang yang ada).
6. Di atas spidometer ada lampu kecil seperti lampu cabe.
7. Nomor mesin diawali dengan kode VGLB.
8. Pada BPKB tercantum tulisan ex Brigade Garuda III.

SEJARAH VESPA KONGO


VESPA MASUK KE INDONESIA
Vespa masuk ke Indonesia pada tahun 1960 melalui ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merk) PT Danmotors Vespa Indonesia/DVI di Pulo Gadung Jakarta yang sekarang sudah tidak aktif lagi (sekarang dipegang oleh PT Sentra Kreasi Niaga/SKN sebagai dealer utama saja. Note: Bukan importir atau distributor eksklusif).

VESPA KONGO
Vespa Kongo adalah vespa penghargaan dari pemerintah Indonesia kepada kontingen Pasukan Penjaga Perdamaian Indonesia yang bertugas di Kongo saat itu. Pasukan bernama Kontingen Garuda (disingkat KONGA atau Pasukan Garuda) yang turut diperhitungkan di dunia dibandingkan pasukan perdamaian negara lain itu adalah pasukan Tentara Nasional Indonesia yang ditugaskan sebagai pasukan perdamaian di negara lain. Indonesia mulai turut serta mengirim pasukannya sebagai bagian dari pasukan penjaga perdamaian PBB sejak 1957. Awalnya, saat Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, Mesir langsung mengadakan sidang menteri luar negeri negara-negara Liga Arab dan merupakan negara pertama yang mengakui kedaulatan Indonesia dengan datang langsung ke Ibu Kota RI waktu itu yaitu Yogyakarta. Untuk membalas budi Mesir dan Liga Arab, Presiden Sukarno membalas pembelaan negara-negara Arab di forum internasional dengan mengunjungi Mesir dan Arab Saudi pada 1956 dan Irak pada April 1960.

Pada 1956 itu, ketika Majelis Umum PBB memutuskan menarik mundur pasukan Inggris, Prancis dan Israel dari wilayah Mesir, Indonesia mendukung keputusan itu dan untuk pertama kalinya mengirim Pasukan Pemelihara Perdamaian PBB ke Mesir yang dinamakan dengan Kontingen Garuda I atau KONGA I.

KONGA II dikirim ke Kongo pada 1960 di bawah misi UNOC dengan jumlah pasukan 1.074 orang, bertugas di Kongo September 1960 hingga Mei 1961.

KONGA III dikirim ke Kongo pada 1962 di bawah misi UNOC dengan jumlah pasukan 3.457 orang, terdiri atas Batalyon 531/Raiders, satuan-satuan Kodam II/Bukit Barisan, Batalyon Kavaleri 7, dan unsur bantuan tempur, bertugas hingga akhir 1963. Menpangad Letjen TNI Ahmad Yani pernah berkunjung ke Markas Pasukan PBB di Kongo (ketika itu bernama Zaire) pada tanggal 19 Mei 1963.

Setelah menyelesaikan tugas perdamaian yang berat, Pasukan Garuda menerima tanda penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia berupa Vespa (sumber lain mengatakan ada juga penghargaan berbentuk uang dan beberapa peti jarum jahit). Di pasaran diketahui adanya vespa Kongo tahun 1963 untuk kontingen 2 dan 3. Kurang diketahui apakah kontingen 1 juga mendapatkannya, karena informasi semacam ini tidak mudah didapat. Yang menarik dan tidak diketahui banyak orang, pemberian vespa tersebut tidak terlepas dari tradisi dalam dunia kemiliteran dalam hal kepangkatan. Vespa berwarna hijau 150cc ditujukan bagi tentara yang lebih tinggi tingkat kepangkatannya, disusul vespa berwarna kuning dan biru 125cc untuk tingkat kepangkatan yang lebih rendah.

Selain itu guna membedakan vespa tersebut dari vespa lain yang satu tipe, disematkan tanda nomor prajurit yang bersangkutan pada sisi sebelah kiri handlebar (stang) yang berbentuk oval terbuat dari bahan kuningan serta sebuah piagam penghargaan yang menyertainya. Maka berseliweranlah vespa-vespa tersebut di jalan-jalan sehingga vespa dengan pantat bulat tersebut dikenal sebagian masyarakat sebagai vespa Kongo, sementara sebagian lain justru menyamaratakan dengan nama vespa ndog (telur) karena bagian samping kanan kirinya bulat mirip telur.

Vespa Congo tidak diproduksi di Italia melainkan di Jerman. Dengan berbahan baku plat baja yang lebih keras daripada Vespa bulat umumnya, vespa ini memiliki tingkat kelengkapan yang lebih daripada vespa buatan Italia yang umum beredar di Indonesia (VBB1T maupun VBB2T).

Jacob Oswald Hoffmann adalah orang Jerman yang berjasa memasukkan vespa ke Jerman. Kerjasama vespa dengan Hoffmann putus awal tahun 1955 karena Hoffmann mendesain model sport sendiri. Kemudian vespa bekerjasama dengan Messerschmitt Co. yang kemudian mengeluarkan produksi vespa pertamanya pada tahun 1955 itu juga. Mereka mengeluarkan dua model yaitu Vespa GS yang di Indonesia sering disebut sebagai GS versi Jerman dan 150 Touren. Mereka juga menyediakan purna jual dan service serta spare part bagi Vespa produksi Hoffmann. Kerjasama ini berlanjut hingga akhir tahun 1957. Vespa GmbH Augsburg kemudian berdiri pada tahun 1958 sebagai sebuah perusahaan patungan antara Piaggio dan Martial Fane Organisation, kongsi ini kemudian juga menyediakan beberapa bagian bagi Vespa Messerschmitt. Saat kerjasama dengan Augsburg inilah Vespa Congo diorder untuk Indonesia.

Kedua model yang dibuat saat berkongsi dengan Messerchmitt (150 Touren dan GS) kemudian dikembangkan dengan beberapa modifikasi. Selain itu Vespa GmbH Augsburg juga melahirkan Vespa 125 cc yang pertama kali diperkenalkan dalam tahun 1958. Produksi berlanjut hingga tahun 1963, yang merupakan saat puncak perubahan skuter dan diproduksinya yang sudah tidak terlalu banyak. Selanjutnya, Jerman memilih hanya mengimpor Vespa langsung dari Itali.

Ciri khas Vespa Congo :

1. Spakboard bulat tidak ada sambungannya seperti vespa umumnya.
2. Ring (pelek/teromol) 10 inchi.
3. Punya tonjolan seperti tombol/saklar di sambungan koplingnya (posisi setang sebelah kiri).
4. Spidometer kotak & agak besar (berbeda dengan spidometer VNA/VNB).
5. Ada lambang garuda di body depan sebelah kiri (sekarang jarang yang ada).
6. Di atas spidometer ada lampu kecil seperti lampu cabe.
7. Nomor mesin diawali dengan kode VGLB.
8. Pada BPKB tercantum tulisan ex Brigade Garuda III.

Selasa, 06 Agustus 2013

ketupat? Kapan tradisi membuat ketupat ini dimulai? Sayangnya, belum ada referensi ilmiah tentang makanan khas ini. Namun, ada yang mengira-ngira, tradisi membuat ketupat sudah ada sejak masuknya Islam ke tanah Jawa, sekitar tahun 1400-an.

 
default.tabloidnova.com


Dalam bahasa Jawa, ketupat disebut kupat . Kata kupat berasal dari suku kata  ku = ngaku (mengakui) dan    pat  = lepat (kesalahan) . Sehingga ketupat menjadi simbol mengakui kesalahannya.

Tradisi ketupat lebaran kiranya dapat dikaitkan dengan peran para wali, terutama walisongo dalam penyebaran Islam di Indonesia. 

Boleh jadi, tradisi kupatan sudah ada pada zaman pra-Islam Nusantara, sebagaimana tradisi selamatan yang juga sudah ada dan berkembang di Indonesia. Namun tradisi kupatan kemudian memperoleh sentuhan baru di zaman penyebaran Islam oleh Walisongo di dalam kerangka untuk menghadirkan tradisi yang akomodatif atau akulturatif di dalam masyarakat Jawa dan Nusantara pada umumnya.

Dari sisi bahasa, kupatan (bahasa Jawa) kiranya berasal dari kata Kaffatan (Bahasa Arab) yang memperoleh perubahan bunyi dalam ucapan Jawa menjadi kupatan. Sama dengan kata barakah (bahasa Arab) menjadi berkat (bahasa Jawa) atau salama (bahasa Arab) menjadi selamet (bahasa Jawa).

Maka secara istilah, dapat dinyatakan bahwa kupatan adalah simbolisasi dari berakhirnya bulan puasa dan menandai terhadap kesempurnaan atau kaffatan di dalam kehidupan individu dan masyarakat. Jadi tradisi kupatan sebagai penanda terhadap keislaman manusia yang sudah sempurna.

Sebagaimana di dalam Al-Qur’an disebutkan:

“udkhulu fi al silmi kaffatan, wa la tattabi’u khuthuwat al syaithon, innahu lakum ‘aduww al mubin”.

Yang artinya kurang lebih “masuklah kamu sekalian ke dalam Islam secara sempurna dan jangan kamu ikuti jalannya syetan, sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata”.

Dalam gambaran para waliyullah itu, bahwa kupatan adalah simbolisasi seseorang yang sudah memasuki Islam secara sempurna. Indikasinya sebagai berikut:

1. Sudah melaksanakan puasa sebagai tazkiyat al nafs
2. Melaksanakan zakat sebagai tazkiyat al mal 
3. Dan juga hablum min al nas dalam wujud saling silaturrahmi untuk meminta maaf kepada sesama manusia. 

Orang yang seperti ini maka digambarkan sebagai orang yang kaffah, sempurna. Kehidupannya telah memasuki dunia fitrah, suci dalam konsepsi keberagamaan.
 
Selain itu, ada juga yang bilang, ketupat atau kupat berasal dari kata laku papat . Laku  artinya perbuatan , papat  artinya empat . Kempat perbuatan yang hanya dilakukan pada bulan Ramadhan sampai 1 Syawal itu adalah: puasa Ramadhan, tarawih, zakat, dan salat Ied.

Tradisi menyajikan ketupat pada hari Lebaran, bukan hanya ada di Indonesia. Di Malaysia, Brunai, Singapura, Filipina, juga Kepulauan Cocos (di Australia) ternyata ketupat juga dibuat saat merayakan Lebaran.


Proses pembuatan ketupat
Untuk membuat ketupat, kita perlu daun kelapa yang masih muda yang disebut janur. Bungkus ketupat dibuat dari 2 lembar janur yang dianyam menjadi sebuah wadah. Setelah itu, bungkus ketupat diisi beras yang sudah dicuci bersih dengan ukuran dua pertiga bagian dari volume bungkus ketupat.


travel.detik.com

 m.go2homestay.com


Setelah itu, ketupat dimasak selama 5 jam atau lebih sampai benar-benar masak. Ketupat yang sudah masak ditiriskan, lalu diangin-anginkan. Ketupat yang betul-betul sudah masak biasanya tahan sampai 2 hari. Setelah itu, bisa dikukus lagi agar tidak basi.

Kalau direka-reka, bentuk ketupat itu serupa dengan bentuk hati. Konon, rumitnya anyaman yang membungkus ketupat merupakan simbol berbagai kesalahan manusia yang membungkus hati kita.

Bagaimanapun, ketupat kini sudah menjadi bagian budaya di Nusantara. Selamat bersilaturahmi
1. Lahirnya Negara-Negara Fasis
Setelah Perang Dunia 1 berakhir, muncullah beberapa bangsa yang tidak menyukai demokrasi liberal. Mereka antidemokrasi, dan menonjolkan kepentingan negara diatas segala-galanya. Demi kepentingan negara, bila perlu kepentingan perseorangan harus dikorbankan.

Faham yang menonjolkan kepentingan negara dan tidak menghargai kepentingan perseorangan disebut fasisme. Fasisme menyebabkan lahirnya negara-negara fasis, yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Menonjolkan kepentingan negara dan mengabaikan kepentingan perseorangan.
b. Memiliki rasa kebangsaan (nasionalisme) yang berlebih-lebihan, dan merendahkan bangsa-bangsa lain.
c. Mendewakan penguasa tunggal (diktator).
d. Antidemokrasi.


Negara-negara fasis yang lahir menjelang Perang Dunia II adalah sebagai berikut :
a. Jerman di bawah pemerintahan Hitler.
Fasisme di Jerman disebut Nasional Sosialis atau Naziisme. Orang-orang yang beraliran fasis mendirikan Partai Nazi di bawah pimpinan Adolf Hitler. Pada tahun 1933 Partai Nazi berkuasa di Jerman, dan Hitler menjadi perdana menteri. Setahun kemudian, Presiden Hindenburg meninggal dunia. Kemudian jabatan presiden dirangkap oleh Hitler. Dalam memegang pemerintahan, Hitler berkuasa mutlak sebagai diktator.
Tindakan-tindakan Hitler membahayakan dunia.
1) Membentuk polisi rahasia yang dinamakan Gestapo. Gestapo menindas lawan-lawan politik Hitler dengan kejam.
2) Mengobarkan rasa kebangsaan yang berlebih-lebihan (chouvinisme) kepada rakyatnya. Kepada rakyatnya Hitler mengatakan bahwa bangsa Jerman adalah bangsa tertinggi di dunia yang ditakdirkan untuk memerintah bangsa-bangsa lain.
3) Mengingkari perjanjian Versailles.
4) Bercita-cita menguasai seluruh Eropa. Untuk itu, Jerman dijadikan negara militer yang kuat.
b. Italia di Bawah Pemerintahan Mussolini.
Dalam Perang Dunia 1 Italia termasuk negara pemenang. Namun keadaan dalam negeri hancur. Kemelaratan dan pengangguran meraja-lela. Dalam keadaan demikian, muncullah Partai Fasis yang dipimpin oleh Benito Mussolini.
Pada tahun 1922 Mussolini memegang kekuasaan sebagai diktator. Cita-citanya membentuk Italia Raya. Seperti Hitler, Mussolini pun melakukan tindakan-tindakan yang membahayakan perdamaian dunia.
1) Merebut Abessinia (Ethiopia).
2) Merebut Albania.
3) Membantu pemerintahan Jenderan Franco di Spanyol.
c. Jepang di Bawah Pemerintahan Ka
isar Hirohito
.
Jepang adalah satu-satunya negara Asia yang mengalami kemajuan pesat dan mampu menandingi negara-negara Eropa. Industrinya maju dan hasil industrinya melimpah. Untuk kepentingan industrinya, Jepang membutuhkan bahan mentah dan sumber energi (minyak bumi). Sementara itu laju pertumbuhan penduduk Jepang sangat pesat. Oleh karena itu, Jepang mengalami kesulitan di bidang kependudukan. Untuk kepentingan industrinya dan memindahkan penduduknya, Kaisar Hirohito melaksanakan politik ekspansi (perluasan daerah). Negara-negara lain diincar oleh Jepang. Jepang bercita-cita memimpin Asia Timur Raya. Maka Jepang pun melakukan tindakan-tindakan yang mengancam perdamaian dunia, yakni menyerang Korea, Mandsyuria, dan Cina. Ketika Kaisar Hirohito didampingi oleh perdana menteri Jenderal Tojo, maka Jepang menjadi negara militer.

Ketiga negara fasis itu (Jerman, Italia, Jepang) membentuk persekutuan yang disebut Poros Berlin-Roma-Tokyo (Blok As). Untuk mengimbangi tindakan-tindakan negara-negara fasis itu, negara-negara yang menganut faham demokrasi liberal (Inggris, Perancis, Belanda, Amerika Serikat) pun membentuk persekutuan (Blok Sekutu).

2. Latar Belakang Terjadinya Perang Dunia II.
Menjelang tahun 1939, keadaan dunia sangat tegang. Sebab-sebab ketegangan itu antara lain sebagai berikut :
a. Jerman ingin mengadakan revanche (pembalasan) terhadap musuh-musuhnya yang telah mengalahkannya dalam Peran Dunia , terutama Perancis.
b. Jerman ingin merebut kembali jajahan-jajahannya yang dirampas oleh musuh-musuhnya dalam Perang Dunia 1.
c. Jerman ingin menjadi negara yang berkuasa di Eropa.
d. Italia juga ingin memperluas jajahannya, karena bercita-cita mendirikan ''Risorgimento'', yang berarti Italia Raya. Tindakannya antara lain telah menyerang Abesinia (Ethiopia), sebuah negara di Afrika Utara.
e. Negara-negara Eropa saling berlomba memperkuat militer dan persenjataannya.
f. Jepang melaksanakan politik ekspansi.
g. Pertentangan antara faham demokrasi liberal dan fasisme makin meningkat (pertentangan antara Blolk Sekutu dengan Blok AS).
h. Rusia yang telah tumbuh menjadi negara komunis (Uni Soviet) juga bertentangan dengan negara-negara fasis.
i. Liga Bangsa-Bangsa (LBB) sebagai organisasi bangsa-bangsa yang bertujuan memelihara perdamaian dunia, tak mampu mencegah tindakan negara-negara besar yang membahayakan perdamaian dunia.


Hal-hal tersebut diatas merupakan latar belakang terjadinya Perang Dunia II. Dalam keadaan tegang itu, timbullah peristiwa yang merupakan sebab khusus terjadinya Perang Dunia II.
Peristiwa itu sebagai berikut :

Pada tanggal 1 September 1939 Jerman menyerbu Polandia, sebuah negara di bawah pengawasan Liga Bangsa-Bangsa (LBB). Sebaliknya pada tanggal 3 September 1939 negara-negara pendukung LBB, terutama Inggris dan Perancis, menyerang Jerman. Tindakan Inggris dan Perancis segera diikuti oleh sekutu-sekutunya. Kini berkobarlah Perang Dunia II.

Dalam Perang Dunia II ada dua blok yang saling berhadapan.
a. Blok Jerman dengan negara-negara intinya Jerman, Italia, dan Jepang.
b. Blok Sekutu dengan negara-negara intinya Inggris, Perancis, Belanda dan Amerika Serikat.
Perang Dunia II terbagi menjadi dua medan pertempuran.
a. Medan pertempuran Eropa dan Afrika Utara.
Pertempuran ini terjadi antar Jerman dan Italia melawan Inggris dan Perancis dengan sekutu-sekutunya.
b. Medan pertempuran Pasifik (Perang Pasifik).
Pertempuran ini terjadi antara Jepang melawan Amerika Serikat dengan sekutu-sekutunya. Perang Pasifik juga disebut Perang Asia Timur Raya.
Pertempuran di Eropa dan Afrika Utara telah berkobar terlebih dahulu, yakni tiga hari setelah Jerman menyerang Polandia. Tepatnya pada tanggal 3 September 1939. Sementara itu Perang Pasifik belum mulai.


3. Serbuan Jepang ke Negara-Negara di Kawasan Asia Pasifik
Pada tanggal 8 September 1941 Jepang menyerang pangkalan armada Amerika Serikat di Pearl Harbor, Teluk Mutiara (Hawai). Serangan Jepang itu sangat mendadak, pada saat perundingan antara Jepang Amerika Serikat sedang berlangsung di Washington. Oleh karena itu, banyak kapal Amerika Serikat yang ditenggelamkan. Tentu saja Amerika Serikat sangat marah, dan bersiap-siap untuk melancarkan serangan balasan. Dengan demikian, berkobarlah Perang Pasifik yang merupakan bagian dari Perang Dunia II.
Untuk menghadapi Jepang, Amerika Serikat membentuk suatu komando, yang disebut ABDACOM, kependekan dari Amerika British Dutch Australian Command, (gabungan dari pasukan Amerika, Inggris, Belanda dan Australia). Markas besarnya di Lembang dekat Bandung. Kecuali itu, dibentuk pula Front ABCD, kependekan dari Amerika, British, China, Dutch, (gabungan dari pasukan Amerika, Inggris, Cina, dan Belanda).
Setelah menghancurkan Pearl Harbor, dengan gerak kilat Jepang melanjutkan serangannya ke negara-negara di kawasan Pasifik Barat Daya. Serangan itu dimulai ke daratan Cina, Asia Tenggara, terus ke timur sampai ke Kepulauan Solomon. Serangan itu berhasil dengan gemilang.
a. Daratan Cina dapat dikuasai.
b. Imprealisme Inggris di Birma, Malaya, dan Singapura di tumbangkan.
c. Imprealisme di Perancis dan Indocina dirobohkan.
d. Imprealisme di Amerika Serikat di Philipina di patahkan.
e. Imprealisme Belanda di Indonesia dihancurkan.

Usaha Jepang untuk menyerbu Australia dapat dipatahkan oleh Front ABCD dalam pertempuran di Laut Karang.
Pemerintah Hindia Belanda tidak berdaya menghadapi serangan Jepang, kemudian menyerah tanpa syarat. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 8 Maret 1942 di sebuah gedung di lapangan terbang militer Kalijati, Subang (Jawa Barat). Surat pernyataan penyerahan ditandatangani oleh Panglima Tentara Hindia Belanda, Letnan Jenderal Ter Poorten, disaksikan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Tjarda van Starkenborgh Stachouwer. Pihak Jepang di wakili oleh Jenderal Hitosyi Imamura.
Dengan penandatanganan kapitulasi (surat pernyataan penyerahan) di Kalijati, maka Perang Dunia II membawa akibat bagi Indonesia dua macam :

a. Kekuasaan Imprealis Belanda di Indonesia berakhir.
b. Indonesia diduduki (dijajah) oleh Jepang

Kamis, 18 Juli 2013

Perjanjian Salatiga & Perjanjian Giyanti

Kerajaan Mataram Islam muncul di abad ke-15. Rajanya yang pertama adalah Panembahan Senopati, yang memerintah dari tahun 1584-1601. Panembahan berasal dari kata “sembah” yang berarti salam hormat, dilakukan dengan cara melekatkan kedua telapak tangan, dengan ujung jari ke atas, dan menyentuh ujung hidung. Inilah cara orang Jawa menghormati orang yang dituakan, atau pemimpin mereka, khususnya keluarga kerajaan. Dengan begitu Panembahan adalah orang yang sangat dihormati, disanjung, bahkan dipuja.
Mataram mencapai puncak kejayaannya ketika diperintah oleh rajanya yang ke-3, Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-1645). Dibawah pemerintahannya, Mataram mendominasi seluruh Jawa, kecuali Banten dan Batavia. Bukan sekedar raja, Sultan Agung juga merupakan seorang pejuang hebat di Jawa, yang dengan gigih melawan kolonialisme Belanda.

Setelah Sultan Agung, raja Mataram berikutnya adalah Sunan Amangkurat I (1645-1677). Pada masa pemerintahannya, masa kejayaan Mataram pun lambat laun mulai pudar. Raja-raja berikutnya juga tidak mampu membawa Mataram kembali ke masa jayanya. Daerah-daerah yang selama ini berada di bawah kekuasaan Mataram, satu per satu berusaha memisahkan diri.
Akhirnya, setelah dikacau berbagai pemberontakan, seperti Pangeran Trunojoyo dari Madura yang mendirikan keratonnya di Kediri (1677-1680) dan Untung Surapati yang kemudian berkeraton di Pasuruan (1686-1703), Mataram pun terjerumus dalam 3 perang suksesi, yang berakhir dengan Perjanjian Giyanti (1755) dan Perjanjian Salatiga (1757).
Perjanjian Giyanti dan Perjanjian Salatiga
Semasa Mataram dipimpin oleh rajanya yang ke-10, Sri Susuhunan Paku Buwono II (1727-1749), dan berkedudukan di Kartasuro, pada tahun 1742 terjadi pemberontakan oleh orang-orang Tionghoa, yang kemudian dikenal dengan sebutan “Geger Patjina”. Pemberontakan ini dipimpin oleh Raden Mas Said atau Pangeran Samber Nyowo, menantu Pangeran Mangkubumi. Pada saat pemberontakan terjadi, Paku Buwono II menyelematkan diri ke Ponorogo bersama penasehatnya Van Hohendorf dan Wakil Gubernur Jenderal Van Imhoff. Dengan bantuan VOC pemberontakan pun berhasil ditumpas, dan Raden Mas Said diasingkan ke Ceylon.
Setelah kekacauan mereda, PB II meminta bantuan VOC merebut kembali ibukota Mataram di Kartasura. Maka dibuatlah Perjanjian Ponorogo (1743), kontrak politik antara PB II dengan VOC. Ketika menandatangani perjanjian ini, PB II tidak berkonsultasi dengan para pembesar keraton, termasuk Pangeran Mangkubumi.
Hal inilah yang kemudian memicu perselisihan di kalangan keluarga keraton, terutama antara PB II dengan Pangeran Mangkubumi. Sementara itu, PB II juga menempuh langkah besar dengan memindahkan ibu kota kerajaan dari Kartasura yang porak poranda akibat geger Patjina, ke Surakarta (1745).
Perselisihan di dalam keraton terus berkepanjangan, sampai PB II digantikan oleh Sri Susuhunan Paku Buwono III. Untuk mendamaikannya, atas usulan VOC dibuatlah Perjanjian Giyanti (13 Februari 1755). Dengan perjanjian ini, Kerajaan Mataram dibagi dua. Sebagian kerajaan dikuasai Sri Susuhunan Paku Buwono III, dengan Keraton Surakarta Hadiningrat-nya, dan sebagian lagi dikuasai Pangeran Mangkubumi, yang selanjutnya menjadi sultan di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dengan sebutan Sultan Hamengkubuwono I.
Di tahun 1757, lewat Perjanjian Salatiga, Sunan PB III pun menyerahkan wilayah Karanganyar dan Wonogiri kepada sepupunya, Raden Mas Said, yang memimpin pemberontakan Geger Patjina ketika Mataram diperintah oleh PB II. Raden Mas Said kemudian menyatakan diri sebagai Mangkunegoro I, dan memimpin Puro Mangkunegaran sampai 1795.
Berdirinya Puro Pakualaman
Agaknya, intrik, konflik dan pemberontakan merupakan suatu hal yang biasa terjadi di dalam keraton atau kerajaan pada masa lalu. Apa yang terjadi di Kerajaan Mataram yang akhirnya membawa Mataram pada kehancuran, terjadi pula di Keraton Yogyakarta. Masa kepemimpinan Sultan HB I ditandai dengan adanya pergolakan karena konflik antara anak-anak dan cucu-cucunya dalam memperebutkan kekuasaan.
Setelah Sultan HB I mangkat (1792), ia pun digantikan oleh anaknya Sultan HB II. Konflik yang terjadi di dalam keluarga keraton tak kunjung selesai, bahkan akhirnya meluap menjadi pertempuran yang melibatkan kekuatan koloni Belanda dan Inggris. Untuk mengimbangi kekuatan Sultan HB II, pada tahun 1813 Inggris lewat Gubernur Letnan Jenderal-nya, Sir Thomas Raffles, menganugerahi gelar kepada salah seorang saudara HB II, Pangeran Notokusumo, anak HB I dengan Ratu Srenggorowati, sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (K.G.P.A.A.) Paku Alam I. Paku Alam I pun diberi daerah otonomi yang terdiri dari 4.000 cacah di Pajang, Bagelan, sebelah barat Yogyakarta, dan sebuah daerah yang terletak di antara Sungai Progo dan Bogowonto, di daerah Adikarto, sebelah barat Yogyakarta. Istana milik Kadipaten Pakualaman kita kenal dengan sebutan Puro Pakualaman.
Hilangnya Impian akan Pembentukan Kesatuan Jawa
“Perjanjian tahun 1755 dan 1757 jelas merupakan peristiwa penting dalam sejarah Mataram. Hilanglah impian akan pembentukan kesatuan Jawa yang diusahakan oleh raja-raja pertama. Seluruh Jawa Barat, seperti juga pesisir utara dan ujung timur Pulau Jawa dikuasai Kompeni. Sisanya terpecah-pecah bagaikan kain tambal seribu dan terbagi di antara tiga kerajaan, yang sekalipun tenteram dan damai, diam-diam tetap bersaing”, tulis Denys Lombard dalam bukunya Nusa Jawa: Silang Budaya (Le Carrefour Javanais).
Ya, apa yang telah dilakukan oleh raja-raja pertama relatif menjadi tidak berarti lagi setelah dibuatnya perjanjian Giyanti dan Salatiga. Padahal, politik luar negeri yang dilakukan dengan cara ekspansi telah berhasil membawa Mataram menjadi sebuah kerajaan besar, yang mencapai puncak kejayaannya di masa pemerintahan Sultan Agung. Namun sekali lagi, Perjanjian Giyanti dan Salatiga telah mengakibatkan Mataram runtuh, sehingga punahlah impian para raja pertama akan pembentukan kesatuan Jawa. Ditambah pula dengan pecahnya Keraton Yogyakarta, maka agaknya kesatuan Jawa seperti yang diimpikan oleh para raja pertama, hanyalah sekedar impian yang tidak pernah terwujud. Ironis bukan

Jumat, 07 Juni 2013

kolinial belanda

PERKEMBANGAN MASYARAKAT INDONESIA DIBAWAH PENJAJAHAN

A Kebijakan Pemerintah Kolonial di Indonesia Pada Abad Ke 19 dan Awal Abad ke 20

Kedatangan bangsa Eropa di Indonesia disusu oleh datangnya Belanda yang dilatarbelangi oleh penutupan pelabuhan dagang Lisabon bagi Belanda dan Spanyol yang bertujuan untuk menekan dan menghancurkan kekuatan ekonomi Belanda. Oleh karena itu, Belanda mencari jalan langsung ke Indonesia untuk mendapatkan rempah-rempah selain untuk mencari daerah jajahan dan menyebarkan agama Nasrani. Pelayaran bangsa Belanda yang pertama ke Indonesia dipimpin oleh Cornelis de Hotman yang pada tahun1596 berhasil mendarat di Pelabuhan Banten. Pelayaran tersebut berpedoman pada buku Intinerario karya Jan Huygen van Linschoten. Pelayaran Cornelis de Houtman tidak mendapatkan hasil rempah2 karena sikap mereka yang kasar dan sombong sehingga mereka diusir oleh penduduk Banten. Pd tahun 15987 pelayaran Belanda yang kedua berhail mendarat di pelabuhan Banten yang dipimpin oleh Jacob van Neck yang ternyata disambut baik oleh rakyat Banten. Pelayaran ini kemudian dilanjutkan ke Maluku dan berhasil mendapatkan rempah2, selanjutnya pelayaran kembali ke Belanda. Keberhasilan pelayaran yg kedua ini mendorong para pedagang Belanda datang ke Indoneisa. UNTUK MENGHINDARI PERSAINGAN DI antara para pedagang Belanda, dibentuklah Kongsi Dagang yang dinamakan VEREENIGDE OOST INDISCHE COMPAGNIE (VOC) tahun 1602 yang pada mulanya bermarkas di Ambon kemudian dipindahkan ke Batavia. Tujuan pembentukan VOC adalah:
1. Menghindari persaingan di antara pedagang Belanda
2. Menyatukan tenaga untuk menghadapi saingan dari bangsa Portugis dan pedagang2 lainnya di Indonesi
3. Mencari kweuntungan yang sebesar-besarnya untuk membantu membiayai perang melawan Spanyol
4. Menguasai kerajaan2 dan pelabuhan2 dagang di INDONESIA
untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah belanda memberikan hak2 istimewa kepada VOC (HAK OKTROY), antara lain:
1. HAK MEMBENTUK TENTARA
2. hak mendirikan benteng2 pertahanan
3. hak untuk membuat mata uang
4. hak monopoli perdagangan
5. hak mengadakan perjanjian dengan kerajaan2 di Indonesia

Hak oktroy yang dimiliki tersebut menjadikanVOC, bertindak sebagai lembag apemerintahan dan penguasa perdagangan yang otonom. Untuk memperlancar aktivitas VOC diangkatlah seorang Gubernur jendral VOC. Langkah pertama yang dilakukan VOC untuk mencapai tujuan adalah dengan merebut Maluku dari kekuasaan Portugis. Keberhasilan VOC merebut benteng Nieuw Victoria dari Portugis thn 1605 menandai tonggak pertama penjajahan Belanda di Indonesia. Gubernur jendral VOC yang pertama adalah Pieter Both, ketika VOV DIPIMPIN OLEH Gubernur jendran J.P Coen pada tahun 1619 berhasil menguasai Jayakarta dan selanjutnya mnamanya diubah menjadi Batavia dan dijadikan sebagai pusat kekuasaan pemerintahan VOC. Pada mulanya Ambon yang dijadikan markas VOC dengan pertimbangan sbg berikut:
1. Ambon dan Maluku merupakan daerah penghasil rempah2 terbesar.
2. VOC telah mengembangkan monopoli perdagangan di Malku sehingga mudah untuk mengembangkannya.
Bangsa Eropa yang kemudian datang ke Indonesia adalah bangsa Inggris. Rombongan pelayaran Inggris yang dipimpin oleh James Lanchaster pada tahun 1602 sampai di Banten dan menjadikan Bnaten sebagai pusat perdagangan Inggris di Pulau Jawa.

Usha dagang VOC yang pernah mengalami kejayaan akhirnya mengalami kemerosotan akhie abad ke-18. Faktr yang mempengaruhi kemerosotan dan Kebangkrutan VOC antara lain:
1. Banyaknya pegawai VOC ynag melakukan korupsi
2. Daerah VOC terlalu luas sehingga sulit melakukan pengawasan.
3. Banyaknya biaya yang dikeluarkan VOC untuk menggaji pegawai VOC.
5. VOC tidak mampu bersaing dengan kongsi dagang bangsa lain terutama ngsi dagang Iggris dan Perancis.

Kondisi keuangan VOC semaki memburuk mendorong pemerintah Republik Bataaf di Belanda untuk membubarkan VOC tanggal 31 Desember 1799 sehingga segala hutang, kekayaan dan daerah jajahan VOC diambil alih oleh Republik Bataaf. Pd tahun 1806 pemerintah Republik Bataaf dibubarkan dan Belanda dijadikan kerajaan dibawah kekuasaan Perancis, Untuk mengurus tanah jajahan di Indonesia, Raja Louis Napoleon yang menjadi Raja di Belanda menggkat erman Willem Daendles menjadi gubernur jendral di Indonesia (1808-1811 dengan tugas utama yaitu mempertahankan Pulau jawa dari serangan Inggris sebab beberapa daerah bekas kekuasaan VOC telah berhasil dikuasai Inggris.
Dengan dibubarkannya VOC tanggal 31 Desember 1799 sekaligus menandai terbentuknya pemerintahan kolonian Hindia belanda di Indonesia. Perjalanan pemerintahan kolonial Belanda sebagai berikut.
1. Pemerintahan Kolonial Hindia belanda di bawah pemerintahan Daendels (1808-1811)
Gubernur Jendaral DAENDELS yang ditugaskan di Indonesia mempunyai tugas utama yaitu, ,mempertahankan Pulau Jawa agar tidak jatuh ke tanagn Inggris dan memperbaiki keadaan tanah jajahan di INDONESIA. UNTUK MEMPERTAHANKAN PULAU jAWA DAENDELS MELAKUKAN BEBERAPA TINDAKAN antara lain:
a. membangun armada militer yang kuat
b. memperbaiki struktur pemerintahan
c. mendirikan benteng2 pertahanan
d.membangun jalan raya Anyer-Penarukan
e. membangun pangkalan laut di Merak dan ujung Kulon
f. membangun pabrik senjata di Semarang, Surabaya.
Untuk mendapatkan dana guna mempertahankan Pulau Jawa dari serangan bangsa Inggris, Daendels memberlakukan sebagai berikut.
a. Contingenten Stelsel, yaitu kewajiban rakyat menyerahkan hsil bumi kepada pemerintah sebagai pajak.
b. Verplichte Leverantiem yaitu kewajiban rakyat menjual hasil panen hanya kepada pemerintah Belanda dengan harga yang telah ditentukan.
c. Prianger Stelsel, yaitu kewajiban penduduk Priangan untuk menanam kopi.
Kerja Rodi.
d. menjual tanah2 luas kepada pihak swasta Belanda dan Tionghoa
dalam tanah pemerintahan, Daendels juga melakukan beberapa tindakan sebagai berikut:
a. memperbaiki gaji para pegawai dan memberantas korupsi
b. membagi pulau jawa menjadi keresidenan
c. para buati diseluruh jawa dijadikan pegawai pemerintahan belanda
d. Mendirikan Badan2 pengadilan yang akan mengadili orang2 Indonesia sesuai adat idtiadatnya.
Kesewenangan dan kerajaan pemerintahan Daendels mendapat kecaman keras dari lawan2 politiknya terlebih lagi dengan tindakan Daendels menjual tanah negara kepada pihak swasta menjadi penyebab ditariknya Daendels ke negeri Belanda. Pemerintah kerajaan Belanda kemudian mengangkat Janssens sebagai gubernur jendral di Indinesia menggantikan Daendels.

2. Pemerintahan pada Masa Gubernur Jendral Raffles (1811-1816)
Pemerintahan Gybernur Jenderal Janssens ternyata sangat lemah sehingga dengan mudah pasukan anghkatan laut Inggris dipimpin oleh Lord Minto berhasil mengalahkan pasukan Janssens. Pasukian Janssens menyerah di Tuntang tanggal 17 September 1811 yang ditandai dengan penandatanganan Kapitulasi Tuntang. Dalam perjanjian tersebut antara lain dijelaskan bahwa Belanda menyerahkan Pulau Jawa kepada Inggris. Tomas Stamford Raffles emudian ditugaskan oleh pemerintah Inggris. untuk menjadi Gubernur jendra di wilayah bekas Hindia Belanda. Pemerintahan transisi Inggris yang dipimpin oleh Raffles menerapkan kebijakan yaitu:
a.Bidang ekonomi, Raffles menghapus segalabentuk kebijakan Daendels dan mengganti sistem pajak sewa tanah (land rent)
b. Bidang politik, Raffles membagi Pulau Jawa dan Madura menjadi 16 Karesidenan

Gubernur Jendra Raffles menerapkan sisitem pajak sewa tanah yang bertujuan untuk menciptakan suatu sitem ekonomi yang bebas dari segala unsur paksaan. Sistem pajak tanah ini hanya berlaku di Pulau Jawa.
Pokok2 kebijakan dalm sistem pajak tanah adalah:
a, segala bentuk penyerahan wajib dan kerja paksa dihapuskan
b, peranan para bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan
c. Pemerintahan Inggris adalah pemilim tanah dan petani yang menggarap tanah hanya sebagai penyewa yang harus membayar pajak.
pokok2 kebijakan Raffles bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan para petani dibebaskan menentukan jenis tanaman yang akan ditanam. Akan tetapi, pelaksanaan sistem pelaksanaan sistem pajak sewa tanah ternyata mengalami kegagalan yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
a. sulit menentukan jumlah pajak yang harus dibayar setiap pemilik tanah
b. Pajak tanah harus dibayar dengan uang, padahal masyarakat pedesaan pada saat itu belum mengenal peredaran uang.
c. tidak adanya dukungan dari para bupati yang telah dihapuskan hak-haknya sebagi pemungut pajak.

Pada tahun 1814 terjadi perubahan politik di Eropa ketika perancis kalah dari aianggris dan selanjutnya hubungan Inggris dengan Belanda menjadi membaik. Hal itu ditandai dengan penandatanganan Perjanjian London, yang antara lain menjelaskan bahwa belanda akan menerima kembali daerah jajahannya di Hindia Belanda yang dahulu direbut oleh Inggris. Pada tanggal 19 Agustus 1816 Inggris berdasarkan Perjanjian London menyerahkan Hindia Belanda kepada Belanda. Dalam penyerahan tersebut, Inggris diwakili oleh John Fendall, sedangkan Belanda diwakili oleh Buyskes, Elout, dan Van der Capellen. Dengan demikian, berakhirlah
pemerintahan pendudukan Inggris di iNDONESIA YANG SELANJUTNYA DIMULAI KEMBALI MASA PERLUASAN PEMERINTAHAN KOLONIAL hindia Belanda di Indonesia. Pemerintahan Gubernur Jendral Raffles ternyata juga memberikan jasa yang cukup besar bagi Indonesia. Jasa Raffles tersebut adalah:
a. Berhasil ditulisnya buku the history of Java
b. Berhasil merintis pembuatan Kebun Raya Bogor
c. Berhasil menemukan bungaan yang dinamakan Rafflesia Arnoldi.

3 Pemerintahan Kolonial Belanda pada Masa Gubernur Jendran Van den Bosch (1830-1870)
Pada tahun 1816 Indonesia dikuasai kembali oleh pemerinthan kolonial Belanda dan Baron Ven der Capellen diangkat sebagai gubernur jendral. Pada masa pemerintahannya, kebikjakan politi Liberal yang diterapkannya mengalami kegagalan. Penyebabnya adalah:
1. Kebijakan politik Liberal tidak sesuai dengan sistem feodal di Indonesia.
2. Struktur birokrasi feodal yang panjang menyebabkan pemerintahan tidak dapat berhubungan langsung dengan rakyat.
3. Kas negeri Belanda semakin mengalami defisit.
PADA ABAD KE 19 PEMERINTAH belanda mengalami kesulitan keuangan yang disebabkan beberapa faktor:
1. Pemerintah Belanda banyak dililit hutang luar negeri
b. Pemerintah Belanda banyak mengeluarkan biaya untuk peperangan menghada[pi perang Diponegoro di Jawa dan pemberontakan rakyat Belgia yang ingin memerdekakan diri.
Untuk mengatasi kesulitan keuangan tersebut, Van den Bosch mengusulkan kepada pemerintahan Belanda meningkatkan produksi tanaman ekspor di tanah jajahan.
Hal tersebut dilakukan dengan cara memberlakukan Cultur Stelsel atau Tanam paksa. Pemerintahan Belanda akhirnya menyetujui usul van den Bosch dan mengangkatnya sebagai gubernur jendral dengan tugas pokok melaksanakan sistem tanam paksa. Sistem tanam paksa yang diberlakukan diharapkan dapat menggairahkan kembali situasi keuangan Belanda yang memburuk. DALAM SISTER TANAM PAKASA TERSEBUT, PENDUDUK HARUS MEMBAYAR PAJAK KEPADA PEMERINTAH BELANDA dalam bentuk barang yaitu, hasil2 tanaman yang dapt dijual di pasaran dunia, tebu, tembakau kapas dan nila. Beberapa peraturan pokok yang terdapat dalam sistem tanam paksa adalah:
1. Petani harus menyerahkan seperlima tanahnya untuk ditanami tanaman ekspor, sep kopi, tebu, tembakau, dan teh
2. Tanah yang diserahkan kepada pemerintah tersebut bebas pajak
3. Hasil tanaman harus dijual kepada pemerintah dengan harga yang telah ditentukan pemerintah.
4.Tenaga dan waktu untuk menegerjakan tanah tersebut tidak boleh melebihi untuk menanam padi.
5. Kegagalan panen yang bukan yang bukan kesalahan petani menjadi tanggung jawab pemerintah.
6. Penduduk yang tidak memiliki tanah harus bekerja di perkebunan pemerintah tanpa upah selama 66 hari.
Pelaksanaan sistem tanam paksa ternta menyimpang dari peraturan2 yang telah ditetapkan sehingga rakyat menjadi dirugikan. Penyebab terjadinya penyimpangan pelaksanaan sistem tanam paksa adalah adanya peraturan yang disebut cultuur procenten, yaitu peraturan yang menetapkan bahwa setiap pegawai pemungut tanam paksa akan mendaat persen jika dapat menyetorkan hasil tanaman rakyat melebihi ketentuan yang telah ditetapkan.
dampak sistem tanam paksa
bagi rakyat Indonesa:
1. Banyak rakyat yang mengalami kelaparan, kemiskinan, dan penderitaan terutama di daerah demak, Gribogan, dan Cirebon sehingga jumlah penduduk di Pulau Jawa semakin berkurang.
2. Penduduk Indonesia mulai mengenal berbagai jenis tanaman ekspor,

bagi Belanda:
Pemerintahan Belanda mendapat surplus keuangan sehingga dapat digunakan uuntuk membangun pemerintahan Hindia Belanda
2. Badan usaha dagang Belanda (Nederlansch Hadel Maatschappij) mendapat keuntungan besar setelah mendapt hak monopoli pengangkutan hasil tanam paksa.
Penyimpangan pelaksanaan sistem tanam paksa yang menimbulkan penderitaan bagi penduduk Indonesia menimbulkan reaksi keras dari golongan Liberal dan humanis Belanda. Kecaman terhadap pelaksanaan sisten tanam paksa di Indonesia, dilakukan oleh:
1. Douwes Dekker dengan nama samarannya Multatuli mengkritik pemerintah Hindia Belanda melalaui buku berjudul Max Havelaar
2. Frans van derPutte yang mengkritik pemerintah Hindia Belanda melalui karyanya yang berjudul Suiker Contracten
3. Baron van Hoevel seorang pendeta belanda yang berupaya memperjuangkan nasib rakyat jajahan yang menderita dan menuntut agar memperhatikan nasib dan kepentingan rakyat.
Golongan Liberal Belanda menetang sistem tanam paksa supaya berkesempatan menanamkan modalnya. sedangkan golongan humanis menentang sistem tanam paksa atas dasar pertimbangan kemanusiaan. Oleh karena adanya kecaman keras aterhadap pelaksanaan sistem tanam paksa, akhirnya pemerinthan kolonial Bealanda mengahpus sistem tanam paksa secara bertahan dan resmi dihapus thn 1870.
Menurut kaum liberal, perekonomian akan berjalan lancar jika memenuhi keterntuan sebagai berikut..
a. Anggota masyarakat bebas amelakukan kegiatan ekonomi dan pihak swsata berhak memiliki alat2 produksi.
b. Pemerintah tidak campur tangan dam urusan perekonomian.
Perwujudan kemenangna kaum liberal ini ditandai dengan diberlakukannya politik kolonial liberal atau polit8ik pintu terbuka tahun 1870. Dengan diberlakukannya politik itu , pihak swasta Eropa berkesempatan menanamkan modalnya di Indonesia terutama di bidang perkebunan. Pelaksanaan politik pintu terbuka ditandai dengan dikeluarkannya UNDANG-UNDANG AGRARIA (Ararische Wet)tahun 1870. Tujuan dikeluarkannya uu Agraria:
a. Memberi kesempatan pada pengusaha swasta asing Eropa untuk menyewa tanah penduduk dan menanamkan modalnya di Indonesia dengan mendirikan perkebunan di INDONESIA.
b. Melindungi para petani Indonesia agar tidak kehilangan tanahnya dari penguasaan para pemilik modal asing.
c. membuka Lapangan kerja bagi penduduk yang tidak mempunyai tanah dengan menjadi pekerja.
Pelaksanaan politik pintu terbuka di Indonesia juga ditandai dengan dikeluarkannya uu Gula (suker wet). terbukanya Indonesia bagi penanam modal asing menyebabkan munculnya perkebunan2 swasta asing di Indonesia . selain juga dibidang pertambangan dan perindustrian. Pelaksanaan politik pintu terbuka di Indonesia emberikan pengaruh/akibat sbg brikut:
a. Tanah perkebunan semakin bertambah luas.
b. Penduduk kota semakin bertambah pesat
c. Timbulnya kaum buruh
d. Rakyat pedesaan mulai mengenal arti pentingnya uang dalam kehidupan ekonomi
e. Usaha kerajinan rakyat terdesak oleh barang2 import. Pembangunan sarana dan prasarana trasportasi menyebabakan barang2 luar negeri masuk ke Indonesia sehingga usaha kerajinan rakyat mengalami kemunduran.
F.RAKYAT iNDONESA DIPERAS OLEH PENGUSAHA ASING.
Dibukanya perusahaan2 asing tetap menimbulkan penderitaan rakyat Indnesia.

Undang2 Agraria telah berpengaruh dengan hadirnya para pemodal asing untuk menyewa perkebunan dengan menekan harga sewa dan upah buruh.
1.Perlawanan Sutan Nuku (tidore) (1797-1885)
Sultan nuku berhasil membina angkatan perang dengan inti kekuatannya adalah armadayang terdiri dari 200 buah kapal perang dan 600 pasukan. Perjuangan lewat kekuatan senjata dan politik diplomasi.
2. Perlawanan Pattimura (1817), Thomas Matulesi
diawali dengan penyerbuan benteng Duurstede, Saparua. benteng dpat jatuh di bawah pimpinan Pattimura, tgl 16 Mei 1817. dan berhasil menawan residen Van den Berg. penyerbuan meluas ke, seram haruku, larike dan wakasihu sehingga muncullah peminpin2 bru antra lain christina marthatiahahu, Anthonie Rhebok, lucas latuahina, Thomas Patiwael, ulupaha, said perintah dan Raja Tio. Belanda mendatangkan bala bantuan dibawah Coroot. Belanda akhrnya berhasil merebut benteng Duurstede kembali. 3 September 1817 pasukan Belanda merebut Saparua dipimpin Kapten Lisnet, tetapi belum berhasil memadamkan perlawanan rakyat Maluku. Belanda mengadakan sayembara dengan memberikan hadiah 1000 gulden unti menangkap Thomas Matuleshi dan 500 gulden untuk menangkap pemimpin yang lain. Perlawanana rakyat Maluku dipadamkan. tanggal 16 Desember 1817 Thomas Matulesi digantung.

3. Perang Paderi (1821-1837), Minangkabau Sumatera Barat
Pelopor paderi h. Miskin, tokoh lain tuanku Mesiangan., Tuanku nan Renceh, datuk bandaro, MALIN basa (tuanku Imam Bonjol), Tuanku anan Gaok. Sebab utama perang paderi: adanya perselisihan kaum adat dgn paderi, karena kaum paderi berusaha memurnikan ajaran Islam dan memperbaiki kehidupan masyarakat Minangkabaau. 16 Juni 1835 Belanda mulai menembaki Bonjol dengan Meriam. 8 Februari 1835, Tanku Imam Bonjol mengadakan gencatan senajta dan mendesak Belanda mendesak Tunaku Imam Bonjol menyerah. tapi tidak mau menyerah. 25 Oktober 1837, Tuanku Imam Bonjol menyerah namun perlawanan tetap berlangsung.

4. Perang Diponegoro (1825-1830), di Tegal REJO yOGYAKARTA.
Pangeran Diponegoro, putra sulung Sultan Hamengkubuwono II, nama asli: R.M Ontowiryo. perlawanannya mendapat sambutan dari: p. Mangkubumi, sentot Ali basya p, Kiai Mojo dr Surakarta, P Suriatmijo, P Serang, P. Notoprojo, P. Ngabehi, Abdulrahman Kertopengalasan, Dipokusumo,dll
Pertempurang meluas ke: Pacitan, Purwodadi, banyumas, pekalongan , Madin , rebang, semarang, kertosono. P. diponegorang, dng siasat perang gerilya dengan nama ARKIYO, tURKIYO, DD. 1826, pertempuran di Ngalengkong memuncak dan mrpkn puncak kemenangan perang Diponegoro

Rabu, 22 Mei 2013

prasasti munjul = cidanghiang

 Tarumanegara merupakan sebuah kerajaan yang berkuasa di wilayah Jawa Barat. Kerajaan yang berdiri pada abad ke-4 hingga ke-7 Masehi ini merupakan salah satu kerajaan tua di Indonesia. Kerajaan Tarumanegara dikenal memiliki tujuh buah prasasti. Salah satunya adalah Prasasti Munjul. Prasasti Munjul disebut juga Prasasti Cidanghiang. Prasasti ini terdapat di tepi Sungai Cidanghiang yang terletak di Desa Lebak. Desa Lebak terdapat di Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Prasasti ini berisi pujian kepada Raja Purnawarman yang berkuasa pada saat itu. Pujian ini diberikan karena Raja Purnawarman berhasil menumpas kelompok perompak yang telah mengganggu keamanan.
Pada masa kekuasaan Raja Purnawarman, para perompak sangat merajalela. Mereka sangat meresahkan warga, terutama para nelayan. Hasil tangkapan mereka sering dirampas oleh para perompak.
Para perompak itu tidak hanya merampas hasil tangkapan para nelayan, tetapi mereka juga sering menyiksa dengan kejam. Para nelayan tidak ada yang berani melawan karena gerombolan perompak itu sangat garang.
Perlawanan Raja Purnawarman terhadap para perompak bermula ketika perompak menyerang kapal milik kerajaan. Di dalam kapal itu, terdapat seorang menteri kerajaan. Para perompak seakan tidak peduli dan tidak takut dengan kekuasaan raja. Mereka tetap merompak kapal kerajaan.
Para pengawal kerajaan berusaha melawan mereka. Namun, para perompak lebih kuat. Pasukan kerajaan dapat mereka kalahkan. Banyak pengawal yang gugur dan mayatnya dibuang ke laut.
Salah seorang pengawal kerajaan yang dibuang ke laut, ternyata masih hidup. Tubuhnya terombang-ambing di lautan. Ia ditemukan oleh dua orang penduduk yang sedang memancing bernama Bima dan Wamana.
“Lihat, ada orang tenggelam!” seru Bima.
Mereka segera menolong pengawal itu dan membawanya ke daratan.
“Orang ini mengenakan seragam kerajaan. Sepertinya ia seorang pengawal,” ujar Bima lagi.
Wamana berkata, “Betul, ayo kita bawa ke istana.”
Mereka membawa pengawal itu ke istana. Setelah mendapat perawatan, pengawal itu telah kembali sehat dan menjelaskan peristiwa yang terjadi.
Raja Purnawarman sangat marah mendengar cerita pengawalnya. Ia memutuskan untuk mengadakan perlawanan dengan para perompak. Seluruh pasukan kerajaan telah disiapkan untuk melawan gerombolan perompak itu.
Pasukan kerajaan menyerang kapal perompak pada malam hari. Para perompak sangat tidak siap dengan serangan itu. Mereka berhasil ditaklukkan. Para perompak itu ditangkap dan dijadikan tawanan kerajaan. Namun, ada satu orang yang berhasil meloloskan diri. Ia adalah kepala perompak.
Para pengawal sudah mencari ke seluruh kapal, tetapi kepala perompak itu tidak juga ditemukan. Akhirnya, pasukan kerajaan kembali ke istana.
Kepala perompak masih menjadi buronan kerajaan. Raja Purnawarman menanyakan ciri-ciri kepala perompak kepada para perompak yag telah tertangkap. Jawaban yang mereka berikan sangat tidak memuaskan. Mereka mengatakan kalau pemimpin mereka berbau amis, berpenyakit asma, dan suka menyamar. Mendengar jawaban itu, raja sangat marah dan merasa dipermainkan. Ia lalu menyuruh pengawalnya untuk menghukum mereka.
Setelah berhasil menaklukkan gerombolan perompak, kerajaan mengadakan acara syukuran secara besar-besaran. Seluruh rakyat Tarumanegara ikut serta, begitu juga dengan Bima dan Wamana.
Di acara syukuran itu, Wamana mencurigai seorang perempuan berkerudung yang berkelakuan aneh. Perempuan itu berbau amis dan sikapnya tidak wajar.
Wamana lalu teringat pengakuan dari anak buah perompak kalau pemimpin mereka berbau amis dan suka menyamar. Ia langsung curiga dengan perempuan itu. Bisa saja ia adalah si kepala perompak yang menyamar.
Diikutinya terus perempuan itu. Kecurigaan Wamana semakin meningkat karena tingkah laku perempuan itu sangat aneh. Akhirnya, Wamana menarik kerudung yang dipakai oleh perempuan itu. Dan benar saja, ia adalah si kepala perompak.
Raja Purnawarman menyaksikan kejadian itu. Ia langsung menyuruh para pengawalnya menangkap si kepala perompak. Namun, rupanya, kepala perompak bukan orang sembarangan. Ia sangat sakti. Berpuluh-puluh pengawal bisa ia lumpuhkan.
Bima yang ilmu bela dirinya sangat tinggi, mencoba melawan perompak itu. Pertarungan berjalan seimbang. Keduanya mengeluarkan jurus-jurus sakti andalan untuk menaklukkan lawannya. Pukulan dan tendangan tidak bisa dihindarkan.
Pertarungan berjalan dengan sengit, membuat yang menyaksikan sampai tidak mengedipkan mata. Setelah cukup lama bertarung, keduanya mulai kelelahan. Bima menyadari kekuatannya sudah hamper habis. Tiba-tiba, ia teringat penyakit asma yang diderita oleh kelompok perompak. Bima segera mencekik leher perompak itu agar penyakit asmanya kambuh.
Penyakit asma si perompak kambuh dan membuatnya lemah. Ia jatuh tersungkur karena kehabisan napas. Raja Purnawarman segera memerintahkan pengawalnya untuk meringkus kepala perompak dan menjebloskannya ke dalam penjara.
Raja Purnawarman sangat berterima kasih kepada Bima dan Wamana karena telah membantu kerajaan menaklukkan gerombolan perompak.
Tarumanegara kini sudah aman. Tidak ada perompak yang meresahkan warga lagi. Mereka sangat bersukacita dan menghaturkan terima kasih kepada Raja Purnawarman karena telah berhasil menumpas para perompak.
Rakyat Tarumanegara membuat sebuah prasasti yang berisi pujian kepada Raja Purnawarman. Isi prasasti itu adalah (ini tanda) penguasa dunia yang perkasa, prabu yang setia serta penuh kepahlawanan, yang menjadi panji segala raja, yang termahsyur Purnawarman.
Prasasti itu kemudian dinamakan Prasasti Munjul karena berada di Kecamatan Munjul. Dan termasuk ke dalam tujuh prasasti yang terkenal di Tarumanegara. ***

Sumber:

    Sekar Septiandari, 2010, Seri Cerita Rakyat Banten, Tangerang: KARISMA Publishing Group

Jumat, 17 Mei 2013

sejarah militer indonesia


sejarah kemiliteran indonesia
Konflik antara diplomasi dan perjuangan merupakan corak dominan yang mewarnai sejarah Indonesia di masa revolusi. Konflik antara diplomasi dan perjuangan ini tampil pertama kali dalam masalah apakah Indonesia, yang baru merdeka, perlu segera memiliki tentara atau tidak. Pimpinan negara, Soekarno-Hatta, berpendapat dengan segera membentuk tentara, Indonesia hanya akan memprovokasi Jepang, yang masih bersenjata lengkap, meski telah menyerah, dan tentara Sekutu yang segera mendarat. Sebaliknya, para pemuda. Atas inisiatif sendiri, pemuda-pemuda di berbagai kota bergerak merampas senjata dari Jepang, dan kemudian mengatur diri dalam barisan-barisan ketentaraan. Di kemudian hari, Soekarno, dalam memoarnya mengakui tentara Indonesia tidak diciptakan oleh pemerintah melainkan lahir sendiri secara spontan.
“aneh negara zonder tentara” Ucapan itu datang dari  seorang pensiunan KNILberpangkat Mayor, Oerip Sumohardjo, mewakili seluruh golongan militer Indonesia yang telah mendapat pendidikan kemiliteran Jepang maupun semasa kolonial Belanda. Pemikiran para tokoh militer Indonesia itu sejalan dengan pemikiran ahli militer berkebangsaan Italia Niccolo Machiavelli (1469-1527 M) tentang pentingnya keberadaan organisasi kemiliteran dalam satu negara.  Machiavelli mengatakan bahwa. ”...Dasar suatu negara adalah organisasi militer yang baik…”.
Tentara yang menciptakan dirinya inilah yang memilih Soedirman menjadi panglima besar pada 12 November 1945. Pemerintah, di bawah pimpinan Perdana Menteri Sutan Syahrir, yang merasa wewenangnya dilanggar tentara, memerlukan waktu sebulan sebelum akhirnya mengakui Soedirman sebagai panglima besar. Pengakuan dan pelantikan Soedirman menjadi panglima besar adalah monumen pertama dari perjalanan konflik antara diplomasi dan ambisi Belanda untuk menjajah kembali Indonesia.
Hubungan yang kurang serasi itu menjadi makin mencolok tatkala Soedirman, sebagai “Bapak Tentara”, lebih berperan sebagai bapak dari “anak-anak”-nya tinimbang menjadi pejabat pemerintah di bidang pertahanan. Keadaan seperti ini jelas tidak membahagiakan bagi pemerintah. Sebab, bagaimanakah bisa menjalankan pemerintahan dalam keadaan perang jika tentara mempunyai kebijaksanaannya sendiri? Ini bukannya tidak disadari oleh Sudirman. Soalnya ialah pertikaian yang hebat antara golongan oposisi dan pihak pemerintah, pada saat negara terancam bahaya pemusnahan oleh tentara Kerajaan Belanda, dianggap tidak beres oleh Sudirman. Maka, Sudirman pun melihat anak-anaknya sebagai lebih mewakili perjuangan.
Usaha menjadikan tentara sepenuhnya alat negara, yang hanya bergerak atas perintah pemerintah, tidak pernah berhasil. Kegagalan ini paling sedikit disebabkan oleh dua hal. Pertama, tentara tidak mudah begitu saja menghapuskan otonomi mereka. Sikap itu bisa dimengerti, karena pada masa revolusi percekcokan terus terjadi antara pemerintah dan partai-partai oposisi. Percekcokan ini menyebabkan lemahnya pemerintah. Lemahnya pemerintah inilah penyebab kedua, yang menyebabkan tentara tidak pernah dapat dijadikan sebagai alat negara semata.
Adalah otonomi politik tentara ini yang diartikulasikan Panglima Besar Soedirman lewat angkah laku politiknya, yang cenderung amat independen terhadap pemerintah. Hanya dengan mengerti tingkah laku politik Panglima Besar itulah kita bisa dengan gampang mengerti sikap tentara yang memutuskan untuk bergerilya, tatkala pimpinan politik memutuskan menyerah kepada Belanda.
Kontras antara Soedirman (yang bergerilya) dan Soekarno (yang menaikkan bendera putih di Gedung Agung) merupakan monumen kedua dari konflik diplomasi lawan perjuangan. Hanya saja, monumen kedua ini amat fatal akibatnya. Ia telah menyebabkan goyahnya kepercayaan tentara kepada kepemimpinan sipil. Menyerah kepada musuh adalah haram bagi tentara, yang telah bersumpah untuk tidak kenal menyerah. Antara lain, karena takut melanggar sumpah itulah Soedirman menolak bujukan Soekarno agar beristirahat saja di dalam kota ketika pesawat tempur Belanda menghujani Yogyakarta dengan bom. Perang gerilya itu berlangsung sekitar setengah tahun. Dan, seperti diduga para pemimpin sipil, diplomasi — terutama berkat tekanan Washington — juga yang menyebabkan Belanda menarik pasukannya dari wilayah Republik.
Mungkinkah Belanda menyerah pada tekanan diplomasi, Jika merasa sanggup menghancurkan Republik secara fisik? Pertanyaan yang sama juga bisa dikemukakan terhadap kesediaan Belanda menyerahkan Irian Barat (kini Irian Jaya) dulu. Tidakkah Belanda menyerahkan Irian Barat setelah Washington — yang kemudian mendesak Den Haag — yakin Komando Mandala di bawah pimpinan Mayor Jenderal (kini Presiden)Soeharto betul-betul siap dan sanggup menyerbu Irian Barat? Soalnya bukan siapa yang benar: pihak diplomasi atau pihak perjuangan. Yang jadi masalah, sebagai akibat perbedaan reaksi terhadap serangan Belanda atas Yogyakarta pada 19 Desember 1948, adalah berkembangnya persepsi kurang percaya di kalangan tentara pada kepemimpinan sipil.

Reorganisasi-Rasionalisasi (Re-Ra)

Awal mula proses reorganisasi dan rasionalisasi (rera),  mula-mula dilancarkan oleh pemerintahan Kabinet Amir Syarifuddin, 1947. Ihwal rera ini memang tidaklah sederhana. Secara singkat, ia muncul akibat keterlambatan pemerintah membentuk tentara. Sebab, sebelum reorganisasi dan rasionalisasi itu para pemuda pejuang yang berhasil merampas senjata dari Jepang telah duluan membentuk barisan-barisan bersenjata sendiri. Maka, ketika pemerintah pada akhirnya membentuk badan ketentaraan, otonomi tentara sudah telanjur lahir.
Tapi rera yang dirintis Kabinet Amir Syarifuddin lewat Perjanjian Renville itu tidak berumur panjang. Mengapa? Selain mendapat tantangan dari kebanyakan anggota tentara, juga serangan Belanda 19 Desember 1948 memaksa semua kekuatan bersenjata Indonesia bersatu kembali dalam perang gerilya di bawah pimpinan Jenderal Sudirman.
Reorganisasi dan rasionalisasi tidak bisa disebut melulu akal pemerintah untuk mengontrol tentara dan sekaligus menyingkirkan Sudirman – sebagai lambang otonomi tentara. Sebab, pada saat golongan politik (pemerintah) bekerja keras mencari jalan untuk mengontrol tentara, sejumlah perwira muda didikan Belanda di kalangan tentara sendiri mendambakan suatu militer yang modern dan teratur rapi. Di mata mereka hanya tentara yang demikianlah yang sanggup melawan kekuatan Belanda yang modern dan bersenjata lengkap.
Termasuk golongan modern ini adalah tokoh-tokoh seperti Letjen (pur) Djatikusumo, Jenderal (pur) A.H. Nasution, Letjen (pur) Dr. T.B. Simatupang, dan  Marsekal (pur) S. Suryadarma. Kabinet Amir Syarifuddin, yang kemudian jatuh karena Perjanjian Renville, digantikan Kabinet Mohammad Hatta, 23 Januari 1948. Program rera diambil alih oleh Hatta.
Pada tahun 1948, Hatta yang kala itu menjabat sebagai Perdana Menteri Republik Indonesia mengajukan usul untuk mengadakan Reorganisasi dan Rasionalisasi serta membangun kembali angkatan bersenjata dan seluruh aparat negara. Sundhaussen (1988: 63-64) menjelaskan maksud dari usulan kebijakan Hatta tersebut, yakni:
Tujuan dasar kebijakan tersebut adalah untuk menciutkan jumlah personil angkatan bersenjata, meningkatkan efesiensinya, dan menempatkannya kembali di bawah pimpinan pemerintah. Tujuan yang disebut paling akhir itu sangat penting, karena kesatuan-kesatuan tempur saat itu mulai menguasai daerah-daerah kantong atau daerah-daerah front mereka secara mandiri dengan menempuh kebijaksanaan mereka masing-masing.
Hatta beralasan, kocek negara yang mepet dan wilayah Indonesia yang kian menciut akibat Perjanjian Renville menjadi pertimbangan Re-Ra. Hatta, seperti dikutip dalam otobiografinya, merujuk setidaknya ada 350 ribu tentara plus 400 ribu anggota laskar yang kudu diciutkan menjadi 160 ribu hingga 57 ribu prajurit reguler.
Menurut Himawan Soetanto dalam bukunya, Madiun, dari Republik ke Republik, Program Re-Ra justru bermasalah saat diberlakukan di lapangan. Misalnya friksi akibat audit personel sesuai dengan kepangkatan dan tingkat pendidikan antara perwira eks Peta dan eks KNIL. Eks Peta, misalnya, turun sampai dua tingkat (dari letnan satu menjadi pembantu letnan satu). Adapun perwira eks KNIL naik pangkat dua tingkat.
Menurut Himawan, sebenarnya ada faktor lain yang mendorong penolakan perwira daerah terhadap Re-Ra, yakni sentimen atas perlakuan istimewa Hatta terhadap kesatuan Siliwangi-setelah pasukan Siliwangi terpaksa hijrah ke Surakarta, pasca-Renville, dan Hatta kemudian mempromosikan eks Panglima Siliwangi Kolonel A.H. Nasution sebagai wakil Panglima Sudirman. Sosok Nasution dianggap menjadi ancaman terhadap wibawa Sudirman sebagai panutan mereka.

Istana di Kepung Tentara

Cerita bermula dari ketidakpuasan akibat reorganisasi dan rasionalisasi. “Pada masa Kabinet Wilopo itu, ada niat pimpinan TNI menjadikan tentara Indonesia sebagai tentara profesional,” kata T.B. Simatupang. “Jadi, mengubah kebiasaan dalam perang gerilya.” Program itu berkaitan dengan rencana pengurangan anggaran belanja militer dari Rp 2,625 milyar pada 1952, menjadi Rp 1,9 milyar pada 1953. Akibatnya, 40 ribu tentara dipensiunkan, 40 ribu lagi diberhentikan dengan alasan tidak memenuhi persyaratan. Artinya, sekitar 40 persen kekuatan TNI yang kala itu berjumlah 200 ribu.
Untuk memacu profesionalisme, pihak TNI memakai jasa Milisi Militer Belanda (MMB). Mengapa? Ada dua alasan. Pertama soal bahasa. “Bukankah masih banyak perwira militer Belanda yang menguasai, atau setidaknya mengerti, bahasa Indonesia. Sementara itu, di kalangan TNI sendiri masih banyak yang fasih berbahasa Belanda,” kata Simatupang. Kedua, MMB itu bisa dipastikan meninggalkan Indonesia setelah tugasnya selesai. “Sedangkan jika kita memakai jasa negara lain, belum tentu.”
Dampak lain dari program ini adalah dihapuskannya Akademi Tjandradimuka, Bandung, oleh KSAD Kol. A.H. Nasution. Salah seorang pengajarnya adalah Bung Karno, yang menjadi dosen Pancasila. Akademi ini kemudian diganti menjadi Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat. Pimpinan Akademi Tjandradimuka itu, Kolonel Bambang Supeno, tergolong yang tidak setuju dengan semua program itu. Tokoh tua Peta, yang pernah bertugas di bidang intel di Jawa Timur, itu lantas mengontak beberapa panglima, untuk mengganti pimpinan Angkatan Darat. Kecuali itu, ia berkali-kali pergi ke Istana melapor langsung kepada Presiden tanpa menghiraukan hierarki KSAD-Menhan.
Dalam rapat 12 Juli 1952, yang dipimpin Kolonel Gatot Subroto, benar tidaknya hal itu ditanyakan langsung pada Kolonel Bambang Supeno. Dalam rapat di rumah KSAP Simatupang itu, Kolonel Bambang Supeno telah “diserang” karena bertindak indisipliner. Supeno, sebaliknya, merasa telah diperlakukan tidak wajar dengan adanya rapat itu. Supeno sendiri, sehari setelah rapat itu (13 Juli), menulis surat kepada pemerintah, Presiden, Ikatan Perwira Republik Indonesia (IPRI), parlemen, dan semua pejabat teras AD. Dalam surat itu, ia menyerang secara terbuka berbagai kebijaksanaan, termasuk dalam hal pendidikan dan Misi Militer Belanda. Ringkasnya, “Tidak menaruh kepercayaan lagi kepada pimpinan Angkatan Perang, khususnya Angkatan Darat, mengenai kebijaksanaan pimpinan Angkatan Darat dalam rangka pertahanan negara”.
Sejak itu konflik di dalam TNI-AD meruncing. “Tampillah polarisasi yang tajam sekali,” tulis Nasution. Setelah melakukan konsultasi dengan Staf Umum AD, pada 16 Juli, KSAD A.H. Nasution menjatuhkan hukuman administratif. Dengan alasan untuk mencegah perpecahan dalam AD, Kolonel Bambang Supeno dipecat sementara. SK itu diantarkan seorang perwira, tapi Bambang Supeno mengembalikan surat itu tanpa lebih dulu membuka, apalagi membacanya. Dan perkara makin runyam karena Presiden Soekarno menolak keputusan KSAD itu. Surat Kolonel Bambang Supeno yang ditujukan kepada parlemen, kemudian ditanggapi dengan serius oleh Seksi Pertahanan. Isi surat itu, menurut Manai Sophiaan, anggota parlemen dari PNI, menyatakan, hubungan antara AP dan Kementerian Pertahanan yang tidak serasi. “Ada juga isu yang disampaikan Bambang Supeno bahwa pengaruh PSI sangat kuat dalam Angkatan Perang. Bambang menyarankan agar parlemen dapat berbuat sesuatu, mengganti pimpinan dan mengubah beleid kementerian itu,” tambah Manai. “Surat Kolonel Bambang Supeno” lantas menjadi topik yang hangat.
Inilah sidang-sidang parlemen yang selalu ramai dihadiri. Akhirnya, Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX tampil dalam sidang tertutup, 16 September 1952. Sri Sultan Hamengkubuwono IX menjelaskan bahwa beleidnya sama dengan yang telah diputuskan pimpinan TNI-AD. Menhan juga membenarkan tindakan memecat sementara Kolonel Bambang Supeno.
Tapi persoalan tak berarti mereda. Parlemen malah makin gigih mengkajinya. Persoalan “rumah tangga” militer itu malah dibicarakan dalam rapat-rapat terbuka yang berlagsung secara maraton sejak 23 September. Zainul Baharuddin, Ketua Seksi Pertahanan di Parlemen, dengan tajam menelanjangi AP. Mulai dari kebijaksanaan reorganisasi, yang menyebabkan 100 ribu tentara gelisah. Ia juga mengecam Misi Militer Belanda. Zainul lantas mengeluarkan mosi, “Yang didukung oleh Sakirman,” kata Manai. Ir. Sakirman (PKI), mempercayai risalah anonim, yang menyebutkan bahwa beleid politik Kementerian Pertahanan dipandang kurang adil, karena tiga tokoh, Sri Sultan, Ali Budiardjo (Sekjen Kementerian Pertahanan), serta T.B. Simatupang, bertugas memperjuangkan keputusan PSI. Soebadio Sastrosatomo, Ketua Fraksi PSI, membantah isu pengaruh PSI itu. “Jenderal Mayor Simatupang bukan anggota PSI,” katanya.
Pada TEMPO, Soebadio mengakui pembelian kapal Tasikmalaja, yang dikabarkan rusak itu, memang diserahkan oleh Kementerian Pertahanan pada orang-orang PSI. Yang terang, mosi Zainul Baharuddin ditujukan pada Menhan. “Jadi, otomatis bisa menyebabkan kabinet jatuh,” kata Manai pada Musthafa Helmy dari TEMPO. Lalu, IJ. Kasimo dan M. Natsir memelopori mosi tandingan. “Isinya mendesak pemerintah untuk mempercepat Misi Militer Belanda, dan Presiden membentuk suatu panitia yang menampung semua persoalan,” kata Manan. Tapi mosi Zainul Baharuddin yang keras itu berdampak luas. Manai, yang kala itu berusia 37, seorang pengurus DPP PNI (partai yang berkuasa di kabinet kala itu), lantas juga mengeluarkan mosi tandingan. “Mosi saya lebih menekankan reorganisasi dan mutasi segera di kalangan AP,” ujar Manai. Ketiga mosi itu lalu dibahas dalam rapat 16 Oktober. Hasilnya: mosi Manai Sophiaan mendapat 91 suara lawan 54 suara, mengalahkan mosi lainnya. Tapi kelakuan parlemen itu, meminjam Kolonel Djatikusumo, telah memasangkan jemuran “cucian kotor” di depan umum. “Bagi kolonel muda, yang usianya awal 30-an, sungguh berat menelan insinuasi dan tuduhan-tuduhan itu,” tulis Nasution. “Kami harus berbuat sesuatu demi membela kehormatan.” Maka, esoknya terjadilah Peristiwa 17 Oktober.
Pada masa Kabinet Wilopo inilah terjadi peristiwa 17 Oktober 1952. Sejumlah besar perwira ABRI dengan dukungan 3.000-an massa berdemonstrasi ke Istana Merdeka, menuntut agar Bung Karno membubarkan parlemen dan mengadakan pemilu untuk memilih parlemen baru. Inilah demonstrasi yang dilakukan tentara, dengan menghadapkan meriam ke Istana. Peristiwa itu, “Merupakan titik tolak hilangnya kepercayaan TNI terhadap kejujuran politisi sipil,” kata T.B. Simatupang, Kepala Staf Angkatan Perang kala itu.
“Sejak saat itulah TNI terlibat politik praktis secara terbuka,” ujar A.H. Nasution, Kepala Staf Angkatan Darat waktu itu. Aksi TNI-AD itu memang tak tanggung-tanggung. “Sebagai komandan brigade, saya diminta Pak Nas mengorganisasikan pasukan untuk menguasai Kota Jakarta,” kata Letjen (pur) Kemal Idris. Berpangkat mayor, berumur 29 tahun, Kemal kemudian mengerahkan 5 batalyon infanteri, satu batalyon kavaleri, dan satu batalyon artileri udara. Bersama dengan Komandan Militer Kota Besar (setingkat Komandan Garnizun), Overste Kosasih, “Kami merencanakan supaya gerakan ini seolah-olah gerakan massa rakyat,” tambahnya.
Gerakan dimulai pukul 4 subuh. Dua jam kemudian, tempat-tempat strategis, seperti RRI, Gedung DPRS-MPRS, dan berbagai stasiun kereta api di Jakarta, sudah diduduki pasukan. Pada pukul 8 pagi, rakyat mulai turun ke jalan membawa slogan-slogan. “Untuk melindungi Istana, saya taruh di situ meriam dengan moncong ke arah Istana. Tapi, dengan sudut elevasi yang, kalau ditembakkan betul, tidak akan mengenainya, tutur Kemal. Pada pukul 10 30, seperti ditulis Jenderal (pur) A.H. Nasution dalam riwayatnya Memenuhi Pangglan Tugas, tibalah rombongan pejabat teras TNI-AD di Istana Rombongan terdiri dari 15 orang, antara lain Kolonel Simbolon, Kolonel A.E. Kawilarang, Letnan Kolonel Kosasih, Letnan Kolonel S. Parman, yang dipimpin KSAD Kolonel A.H. Nasution. Dalam kesempatan inilah, para pimpinan AD itu menyampaikan pernyataan tertulis pada Presiden Soekarno. Intinya: Mendesak Kepala Negara untuk membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat Sementara, dan membentuk DPR.
Referensi :
  1. Sundhaussen, U. (1988). Politik Militer Indonesia 1945-1967: Menuju Dwi Fungsi ABRI. Jakarta: LP3ES.
  2. Salim Said, Dari Soedirman Hingga Try Soetrisno.
  3. Dari Pentas Politik Yang Gunjang….
  4. Dwi Fungsi Nasution, Soeharto, Soekarno
  5. Ketika Yogya diserang Belanda
  6. Ketika Sipil Pegang Komando
  7. Ketika Istana dikepung Tentara